Page 94 - RBDCNeat
P. 94

melihat anak-anak seusiaku beramai-ramai menuju salah satu
            madrasah yang ada di kampungku untuk mengaji. Rasa iri
            dengan anak-anak tetangga yang bisa mengaji sempat mampir
            di hati Mama, “Duh... seandainya yang mengaji itu anak saya,
            bahagia sekali hati ini.”

                Pernah suatu waktu ketika aku sudah lulus TK dan hanya
            tinggal di rumah. Aku sempat mengikuti pengajian di dekat
            rumah, tapi tidak berlangsung lama karena pengajarnya
            berhenti. Waktu itu bulan Ramadan ketika Mama berpesan,
            “Neng, engke pami atos lebaran Eneng ngaos na di Bu Nai

                       33
                                                                     37
            sareng Eni.”  Dengan hati riang aku menjawab, “Muhun, Bu.”
            Ya, aku memang sudah lama ingin mengaji seperti yang lain.
                Ketika waktu masuk madrasah tiba, dengan diantar
            oleh Mama aku bertemu dengan Kepala Madrasah. Hanya
            aku yang mendaftar didampingi oleh Mama, sedangkan yang
            lain datang sendiri.
                Alhamdulillah aku langsung diterima menjadi santri.
            Setiap hari aku pergi mengaji berdua dengan temanku Eni
            yang selalu setia mendampingiku. Mama menjemputku ketika
            sudah tiba waktunya pulang.

                Hari demi hari aku jalani dengan mengaji di madrasah
            tersebut. Aku mulai merasa tidak nyaman karena perlakuan
            teman-teman terhadapku. Meski demikian, aku tetap berusaha
            bertahan untuk tetap mengaji demi membahagiakan Mama.
            Satu-satunya teman yang membuatku tetap bertahan di sini
            hanya Eni.


                33                                              37
                  Neng, nanti kalau sudah lebaran Eneng ngaji ya di Bu Nai bareng Eni.   Iya, Ma.
            58 | Roda Berputar dalam Cahaya
   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99