Page 99 - RBDCNeat
P. 99

sambil duduk, otomatis aku menjadi pusat perhatian mereka
              yang mungkin dianggapnya aneh. Namun, ustadznya tidak
              tinggal diam dan langsung menegur para santrinya, “Jangan
              begitu. Neng Dini juga sama seperti kita, sama-sama ingin
              mengaji.”

                  Aku merasa senang sekali mengaji di situ, apalagi A Denis
              dan Teh Lela begitu baik dan perhatian kepadaku. Sampai ada
              teman yang seolah iri dan bilang kalau A Denis dan mereka.
              Padahal menurutku perhatian yang diberikan Teh Lela dan
              A Denis kepadaku dan kepada mereka sama, tidak dibeda-
              bedakan. Selama aku mengaji, kadang aku digendong dan
              diantarkan pulang ke rumah oleh A Denis dan Teh Lela. Inilah
              kebahagiaan demi kebahagiaan yang aku dapatkan selama
              mengaji di sini.
                  Sebelum  aku  mengaji  di  sana,  tempat  mengaji  laki-
              laki kadang dipisah dengan perempuan, kadang disatukan
              di masjid. Namun, sejak aku mengaji di sana tidak pernah
              disatukan lagi. Santri laki-laki selalu mengaji di masjid,
              sedangkan santri perempuan di rumah A Denis. Aku sendiri
              tidak tahu mengapa pengajiannya dipisahkan selamanya.
              Mungkin A Denis khawatir para santri laki-laki akan
              menghinaku atau menjahiliku hingga mengambil keputusan
              untuk memisahkan tempat mengaji antara laki-laki dan
              perempuan.
                  Kondisi ini sangat menguntungkanku. Setidaknya aku
              tidak perlu merasa risih lagi dengan “tatapan aneh” santri-
              santri laki-laki dan aman dari kemungkinan tindakan usil
              mereka terhadapku. Aku sangat bersyukur memiliki guru


                                             Roda Berputar dalam Cahaya | 63
   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104