Page 39 - 1. Modul Wawasan kebangsaan dan Nilai BN
P. 39

Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda dengan
                     pemerintah

                     Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Hasil KMB tersebut adalah
                     bahwa  Kerajaan  Belanda  harus  memulihkan  kedaulatan  atas  wilayah  Indonesia
                     kepada  pemerintah  Republik  Indonesia  Serikat  (RIS),  sedangkan  kekuasaan
                     pemerintahan akan diserahkan pada tanggal 27 Desember 1949 di Jakarta. Pada saat
                     itulah negara Indonesia berubah menjadi negara federal yangterdiri dari  16 negara
                     bagian.  Dengan  demikian,  menurut  Ismail  Sunny  (1977)  sejak  saat  itu,  Negara
                     Indonesia resmi berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat dengan
                     konstitusi RIS (KRIS) 1949 sebagai Undang-Undang Dasar. Sistem pemerintahan
                     yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer, dimana pertanggungjawaban
                     seluruh  kebijaksanaan  pemerintahan  adalah  ditangan  menteri-menteri  sedangkan
                     presiden tidak dapat diganggu gugat. Akan tetapi, dilain pihak yang dimaksud dengan
                     pemerintah  adalah  presiden  dengan  seorang  atau  beberapa  orang  menteri.  Tugas
                     eksekutif  adalah  menyelenggarakan  kesejahteraan  Indonesia,  khususnya  mengurus
                     supaya konstitusi, undang  – undang federal dan peraturan lain yang berlaku untuk
                     RIS dijalankan.


                     Paparan  di  atas  menunjukkan  bahwa  sekalipun  presiden  termasuk  pemerintah,
                     namun  pertanggungjawabannya  ada  di  tangan  menteri.  Mengingat  DPR  yang  ada
                     pada waktu itu bukan DPR hasil pemilihan umum, maka terdapat ketentuan bahwa
                     parlemen  tidak  dapat  menjatuhkan  menteri  atau  kabinet.  Sehingga  sistem
                     pemerintahan parlementer yang dianut KRIS adalah tidak murni (quasi parlementer
                     cabinet).

                     Dalam KRIS 1949 juga tidak terdapat ketentuan yang tegas mengenai siapa pemegang
                     kedaulatan  dalam  negara  RIS.  Tetapi  dalam  KRIS  1949  tersebut  secara  implisit
                     disebutkan bahwa pemegang kedaulatan dalamnegara RIS bukan rakyat, melainkan
                     negara. Dengan kata lain, RIS menganut paham kedaulatan negara dan pelaksanaan
                     pemerintahan  dilakukan  oleh  menteri-menteri  sesuai  dengan  sistem  pemerintahan
                     parlementer.  Tugas-tugas  yang  menyangkut  kepentingan  umum  dilaksanakan  oleh
                     menteri dengan ketentuan harus dirundingkan terlebih dahulu dalam kabinet yang
                     didalamnya teradapat menteri-menteri lain dari beberapa partai. Mengingat berbagai
                     kebijaksanaan harus dirundingkan terlebih dahulu dalam sidang kabinet, maka dalam
                     pelaksanaannya  sering  timbul  benturan  kepentingan  dikarenakan  perbedaan
                     pandangan,  sehingga  sulit  ditemukan  jalan  keluarnya.  Kondisi  ini  menyebabkan
                     pemerintahan berjalan tidak stabil. Selain itu, kesulitan di bidang ekonomi dan politik
                     sulit dikendalikan oleh pemerintah dalam suasana sistem multi partai tersebut.







                                                                                                           38
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44