Page 43 - 1. Modul Wawasan kebangsaan dan Nilai BN
P. 43
Presiden. Konsep negara hukum yang menggunakan landasan Pancasila dan UUD
1945 telah diinjak-injak oleh kepentingan politik. Hukum hanya dijadikan sebagai alat
politik untuk memperkokoh kekuasaan yang ada. Hukum telah tergeser bersama-
sama dengan demokrasi dan hak asasi yang justru menjadi ciri dan pilar sebuah
negara hukum.
Puncak kekacauan terjadi pada saat Partai Komunis Indonesia (PKI) menjalankan
dominasi peranannya di bidang pemerintahan yang diakhiri dengan pengkhianatan
total terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945 pada tanggal 30 September Tahun
1965. Kondisi ini memaksa Presiden RI saat itu yaitu Soekarno untuk mengeluarkan
“Surat Perintah 11 Maret” yang ditujukan kepada Letnan Jenderal. Soeharto dengan
wewenang sangat besar dalam usaha untuk menyelamatkan negara menuju
kestabilan pemerintahan. Peristiwa ini menjadikan tonggak baru bagi sejarah
Indonesia untuk kembali melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta
tanda dimulainya jaman orde baru.
Keinginan untuk pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen telah
dituangkan dalam bentuk yuridis dalam Pasal 2 Tap MPRS No. XX Tahun 1966 dengan
Pancasila sebagai landasan atau sumber dari segala sumber hukum. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut, telah ditetapkan beberapa ketentuan antara lain
tentang Pemilihan tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang
kemudian diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambing negara Garuda
Pancasila.
Semangat kesatuan juga tercermin dari Sumpah Palapa Mahapatih Gajahmada.
Sumpah ini berbunyi: Sira Gajah Mahapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,
sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahan dari sumpah tersebut kurang lebih adalah: Beliau Gajah Mada Patih
Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan
Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram,
Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah
saya (baru akan) melepaskan puasa".
Informasi tentang Kitab Sutasoma dan Sumpah Palapa ini bukanlah untuk
bernostalgia ke masa silam bahwa kita pernah mencapai kejayaan. Informasi ini
penting untuk menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan
sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia.
42