Page 17 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 17
pendapat ini adalah bahwa bila tidak ada Rasul yang membawa wahyu, maka tidak ada
hukum Allah Swt, dan manusia pun tidak akan mengetahuinya. Menurut paham ini
seorang manusia dapat dianggap patuh atau ingkar kepada Allah Swt, mendapat pahala
atau berdosa bila telah datang Rasul membawa wahyu Allah Swt dan belum ada hal-hal
yang demikian sebelum datang Rasul;
Kedua, kalangan ulama Kalam Mu’tazilah yang berpendapat bahwa memang
Rasulullah Saw adalah manusia satu-satunya yang berhak mengenalkan hukum Allah
Swt kepada manusia. Meski demikian, seandainya Rasul belum datang mengenalkan
hukum Allah Swt itu kepada manusia, tetapi melalui akal yang diberikan Allah Swt
kepada manusia, ia mempunyai kemampuan mengenal hukum Allah Swt itu. Atas dasar
pendapat ini, maka sebelum kedatangan Rasul pembawa hukum Allah Swt tersebut,
manusia telah dianggap patuh atau ingkar kepada Allah Swt dan telah dianggap berhak
mendapat balasan (pahala dan dosa).
Kedua pendapat ini sepakat dalam menempatkan Rasul sebagai pembawa hukum
Allah Swt dan Rasul sebagai orang yang berhak mengenalkan hukum Allah Swt kepada
manusia. Dengan datangnya Rasul pembawa hukum itu, maka berlakulah taklif.
Perbedaan pendapat di kalangan dua kelompok ini terletak pada adanya taklif sebelum
datangnya Rasul. Kelompok Ahlusunah menetapkan tidak ada taklif sebelum datangnya
Rasul, karena jika hanya semata-mata dengan akal, manusia tidak mungkin dapat
mengenal hukum Allah. Sedangkan ulama Mu’tazilah berpendapat adanya taklif sebelum
datangnya Rasul karena akal manusia dapat menilai baik dan buruknya suatu perbuatan
manusia atas penilaian itu, maka akal mendorong manusia untuk melakukan yang baik
dan meninggalkan yang buruk. Hal ini berarti bahwa akal manusia dapat menyuruh
manusia untuk berbuat atau tidak berbuat. Inilah yang dimaksud dengan takliftersebut.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa titik perbedaan pendapat dua
kelompok itu terletak dalam dua hal: pertama, nilai baik dan buruk dalam suatu
perbuatan, kedua nilai baik dan buruk itu mendorong manusia untuk berbuat atau tidak
berbuat. Dalam memahami dua hal tersebut terdapat tiga kelompok ulama:
Pertama, kelompok Asy‘ariyah (Ahlusunnah) berpendapat bahwa suatu
perbuatan dari segi perbuatan itu sendiri tidak dapat dinilai baik atau buruk, oleh karena
akal manusia tidak dapat mengetahui baik dan buruknya suatu perbuatan. Baik dan
buruknya suatu perbuatan terletak pada disuruh atau dilarangnya perbuatan itu oleh
Allah melalui wahyunya. Setiap perbuatan yang disuruh Allah untuk melakukannya
USHUL FIKIH - KELAS XII 8