Page 20 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 20
secara sederhanaberarti“ketentuan Allah”. Dalam al-Qur’an terdapat 5 kali
disebutkankata “syara’” dalam arti ketentuan atau jalan yang harusditempuh. Maka, bila
kata hukum dirangkaikan dengan kata syara’ yaitu “hukumsyara’” akan berarti:
“Seperangkatperaturan berdasarkanketentuan Allah tentang tingkahlaku manusia yang
diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama Islam”.
Pengetahuan tentang hukum syara’ merupakan hasil nyata dari pengetahuan
tentang fiqh dan ushul fiqh. Produk dari dua ilmu ini adalah penge tahuan tentang hukum
syar’i dalam hal yang menyangkut tingkah laku manusia mukalaf. Hanya saja kedua
ilmu ini memandang dari arah yang berbeda. Ilmu ushul fiqh memandang dari segi dan
ke arah metode pengenalannya dan sumber yang digunakan untuk itu; sedangkan ilmu
fiqh memandang dari segi meru muskannya dengan perbuatan dalam lingkup yang
digariskan oleh ushul fiqh.
Dengan demikian, terdapat perbedaan antara ahli ushul fiqh dengan ahli fiqh
dalam memberikan definisi terhadap “hukum syara’”. Hukum syara’ menu rut definisi
ahli ushul ialah: “Khitab(titah) Allah yang menyangkut tindak tanduk mukalaf
dalambentuk tun tutan, pilihan berbuat atau tidak; atau “dalam bentukketentuan-
ketentuan”. Ahli ushul memandang pengetahuan tentang titah Allah yang menyangkut
tindak tanduk manusia itulah yang disebut hukum syara’, seperti titah Allah:
“Kerjakanlah shalat” atau larangan-Nya: “Janganlah kamu memakan harta orang lain
secara batil”.
Ahli fiqh memberikan definisi hukum syara’ sebagai berikut: “Sifat yang
merupakan pengaruh atau akibat yang timbul dari titahAllah terhadap orang mukalaf
itu”. Dalam bentuk ini, yang disebut hukum syara’ adalah “wajibnya shalat” sebagai
pengaruh dari titah Allah yang menyuruh shalat; atau haram nya memakan harta orang
secara bathil sebagai akibat dari larangan Allah memakan harta orang secara batil.
Perbedaan peristilahan di kalangan dua kelompok ini terlihat pada sisi dan arah
pandangan. Ushul fiqh yang fungsinya adalah mengeluarkan hukum dari dalil
memandangnya dari segi nashsyara’ yang harus dirumuskan menjadi hukum yang
terinci. Karenanya ia menganggap hukum itu sebagai titah Allah yang mengandung
aturan tingkah laku. Sedangkan ahli fiqh yang fungsinya menjelaskan hukum yang
dirumuskan dari dalil memandang dari segi ketentuan syara’ yang sudah terinci.
Karenanya ia menganggap hukum itu adalah wajib, sunah dan sebagainya yang melekat
pada perbuatan mukalaf yang dikenai hukum tersebut.
USHUL FIKIH - KELAS XII 11