Page 142 - FIKIH_MA_KELAS X_KSKK_2020
P. 142
tinjauan muntafa’ bih sebuah komoditi melalui dua penilaian, yaitu syar’ī dan
‘urfī. Barang yang memiliki nilai manfaat secara syar’ī maksudnya adalah
barang yang pemanfaatannya legal secara syariat. Maka tidak sah menjual alat
musik, karena pemanfaatannya tidak legal secara syariat. Adapun barang yang
memiliki nilai manfaat secara ‘urfī adalah barang yang diakui publik memiliki
nilai manfaat. Sehingga tidak sah menjual dua biji beras, karena secara publik
tidak memiliki nilai manfaat.
4) Maqdūr ‘Alā Taslīm (dapat diserahterimakan)
Maqdūr ‘alā taslīm adalah keadaan komoditi yang mampu diserah-
terimakan oleh kedua pelaku transaksi. Jika keadaan komoditi tidak mungkin
diserah-terimakan seperti menjual burung yang ada di udara atau ikan yang
ada di laut maka transaksi tidak sah.
5) Ṭāhir (suci)
Ṭāhir adalah keadaan komoditi yang suci. Maka tidak sah menjual
komoditi yang najis seperti kulit bangkai, anjing dan babi. Hal berdasarkan
sabda Rasulullah Saw;:
َ َ َ ْ
َ
ْ ْ
َ ْ
َ ْ
َ ْ َ َ ا َ ُ ْ ُ َ َ َ
ا
َ ْ
َ ْ
ْ َ ْ
)ملسموَيراخبلاَهاور(َمانصلَّاوَريزنخلاوَةتيلْاوَرمخلاَعيبَمرحَهلوسروَاللهَنِا
ِ
ِ ِ ِ
ِ
ِ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan khamr,
bangkai, babi dan berhala”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun komoditi yang terkena najis (mutanajjis) hukumnya diperinci.
Jika memungkinkan disucikan seperti baju yang terkena najis maka sah dijual,
jika tidak memungkinkan seperti air sedikit yang terkena najis maka tidak sah
dijual.
c. Ṣigah
Ṣigoh adalah bahasa interaktif dalam sebuah transaksi, yang meliputi penawaran
dan persetujuan (ījab dan qabūl). Transaksi jual beli tanpa menggunakan ījāb dan
qabūl dikenal dengan istilah bai’ mu’āṭah.
1) bai’ mu’āṭah.
ījāb dan qabūl dalam transaksi jual beli cukup urgen, Sehingga ada tiga
pendapat tentang bai’ mu’āṭah:
a) Menurut qoul masyhūr tidak sah secara mutlak;
b) Menurut ibn Suraij dan Arrauyāni bai’ muāṭah sah hanya pada komoditi
dalam sekala kecil (ḥaqīr);
130 BUKU FIKIH X MA