Page 143 - FIKIH_MA_KELAS X_KSKK_2020
P. 143

c)  Menurut Imam Malik dan Annawawi bai’ muāṭah sah dalam praktek yang

                                secara ‘ūrf (umum) sudah dikatakan sebagai praktik jual beli.
                         2)  Syarat-syarat ṣigoh adalah sebagai berikut:

                             a)  antara ījāb dan qabūl tidak ada pembicaraan lain yang tidak hubungannya
                                dengan transaksi jual beli.

                             b)  antara ījāb dan qabūl tidak ada jeda waktu yang lama.
                             c)  adanya  kesesuaian  makna  antara  ījāb  dan  qabūl.  Semisal  dalam  ījāb

                                disebutkan  harga  barang  yang  dijual  adalah  Rp  10.000,  lalu  dalam  qabūl

                                disebutkan Rp 20.000, maka ījāb-qabūl yang demikian tidak sah.
                             d)  tidak digantungkan pada suatu syarat  yang tidak sesuai dengan ketentuan

                                akad.  Semisal  memberikan  syarat  kepada  pembeli  untuk  tidak  menjual

                                kembali barang yang dibelinya kecuali pada penjual pertama. Syarat seperti
                                ini bertentangan dengan ketentuan akad bai’ yakni setelah transaksi jual beli

                                selesai  maka  barang    sepenuhnya  menjadi  milik  pembeli.  Adalah  hak
                                pembeli menjual barang yang dimilikinya kepada siapa saja.

                             e)  tidak ada pembatasan waktu.
                             f)  ucapan  pertama  tidak  berubah  dengan  ucapan  kedua.  Semisal  apabila

                                penjual berkata, “Saya jual dengan harga sepuluh ribu,” lalu ia mengubah

                                kalimatnya, “Saya jual dengan harga dua puluh ribu”, maka ījābnya tidak
                                sah. Sebab, apabila pembeli menjawab, “Ya, saya beli”, maka tidak dapat

                                diketahui, harga mana yang disetujuinya.
                             g)  ījāb  dan  qabūl  diucapkan  sampai  terdengar  oleh  orang  yang  berada  di

                                dekatnya.
                                Adapun isyarat orang bisu, jika isyaratnya bisa dipahami oleh semua orang

                                maka  dianggap  ṣigoh  yang  ṣorih  dan  tidak  butuh  niat.  Namun  jika

                                isyaratnya  hanya  bisa  dipahami  oleh  beberapa  orang  saja  maka  dianggap
                                ṣigoh kināyah dan butuh niat.

                             h)  tetap wujudnya syarat-syarat āqidain sampai ījāb dan qabūl selesai.

                             i)  orang yang memulai ījāb atau qabūl harus menyebutkan harga.
                             j)  memaksudkan  kalimat  ījāb  dan  qabūl  pada  maknanya.  Syarat  ini

                                mengecualikan kalimat yang diucapkan orang yang lupa, tidur (mengigau),
                                tidak sadar dan sebagainya.






                                                                                           FIKIH X    131
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148