Page 117 - Kelas X Hindu BS press
P. 117

Sumber: www.sohamsa.com
                                       Gambar 4.6 Mahāṛṣi Jaimini
                               Tokoh  pendiri  dari  sistem  ilsafat  Mīmāmsā  adalah  Mahāṛṣi  Jaimini
                            yang  merupakan  murid  dari  Mahāṛṣi  Vyāsa  telah  mensistematir  aturan-
                            aturan dari Mīmāmsā dan menetapkan keabsahannya dalam karyanya itu
                            dan  aturan-aturannya  sangat  penting  guna  menafsirkan  hukum-hukum
                            Hindu. Beliau menulis kitab Mīmāmsā Sūtra yang menjadi sumber ajaran
                            pokok  Mīmāmsā.  Sūtra  pertama  dari  Mīmāmsā  Sūtra  berbunyi:  Athato
                            Dharmajijñasa, yang menyatakan keseluruhan dari sistemnya yaitu, suatu
                            keinginan  utnuk  mengetahui  Dharma  atau  kewajiban,  yang  tekandung
                            dalam  pelaksanaan  upacara-upacara  dan  kurban-kurban  yang  diuraikan
                            oleh kitab Veda.
                               Dharma  yang  diperintahkan  Kitab  Veda,  dikenal  dengan  Śruti  yang
                            pelaksanaannya memberi kebahagiaan. Seorang Hindu harus melaksanakan
                            nitya karma seperti saṅdhyā-vandana. Serta naimitika karma selama ada
                            kesempatan,  untuk  mendapatkan  pembebasan,  yang  dapat  dikatakan
                            sebagai kewajiban tanpa syarat.


                         b.  Sifat Ajarannya
                               Ajaran Mīmāmsā bersifat pluralistis dan realistis yang mengakui jiwa
                            yang  jamak  dan  alam  semesta  yang  nyata  serta  berbeda  dengan  jiwa.
                            Karena  sangat  mengagungkan Veda,  maka  Mīmāmsā  menganggap Veda
                            itu  bersifat  kekal  dan  tanpa  penyusun,  baik  oleh  manusia  maupun  oleh
                            Tuhan. Apa yang diajarkan oleh Veda dipandang sebagai suatu kebenaran
                            yang mutlak. Menurut ilsafat Mīmāmsā, pelaksanaan upacara keagamaan
                            adalah  semata-mata  perintah  dari Veda  dan  merupakan  suatu  kewajiban
                            yang mendatangkan pahala.
                               Kekuatan  yang  mengatur  antara  pelaksanaan  upacara  tersebut  dengan
                            pahalanya disebut apūrva. Pelaksanaan apūrva memberikan ganjaran kepada
                            si pelaksana kurban, karena apūrva merupakan mata rantai atau hubungan
                            yang diperlukan antara kerja dengan hasilnya. Apūrva adalah Adṛṣṭa, yang
                            merupakan kekuatan-kekuatan yang tak terlihat yang sifatnya positif.


                                                         Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti |   111
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122