Page 49 - ASPPUK_FellowshipJurnalistik
P. 49
setelah memakannya. suaminya.
“Mau praktikkan lagi, tapi habis waktuku,” “Kalau saya dan suami sejak awal sudah
kata Tuti. sepakat. Dan kami sama-sama suka bertani,”
kata Tuti.
Sementara cara aman menurut Tuti adalah
cukup membersihkan pematang dari Kebetulan waktu untuk mengelola sawah
rerumputan. Sebab tikus tak suka tinggal lebih banyak dilakukan Tuti ketimbang
di tempat yang bersih. Lalu menanam suaminya yang seorang guru. Anak
lembayung untuk pengganti makanan sulungnya yang mengurus ternak, sekaligus
sasaran tikus. membantu di sawah.
Sementara untuk menghadapi hama wereng ‘Gagal’ mengajak perempuan tani
batang cokelat adalah menyemprotkan menerapkan pertanian organik, Tuti
tumbukan daun sirsak dicampur air pada mencoba untuk menerapkannya di lahan
tanaman. Ia pernah mempraktikkan saat kering, yakni pekarangan atau kebun
menemukan wereng di dua rumpun padinya. masing-masing. Apalagi tak semua orang
punya lahan sawah.
“Dan sejauh ini aman-aman saja,” tukas Tuti.
“Saya dan Bu Herni sudah sepakat untuk
Setelah mengolah lahan tanah desa itu dua menularkan (pola pertanian lestari)
tahun lebih, kini hasilnya tak kalah dengan kepada siapapun. Nek iso (kalau bisa), kita
produk pertanian konvensional. Harga mengurangi untuk membeli,” kata Tuti
sekilo gabah kering untuk padi hibrida Rp4,5 mengungkapkan kata kuncinya.
ribu, sedangkan gabah padi lokal Rp7 ribu.
Dalam sekali panen, Tuti bisa membawa Maksudnya, mengurangi gaya hidup
pulang 9-10 kuintal beras. konsumtif agar bisa berhemat. Caranya
dengan menanam dan beternak sehingga
“Dan kami lebih banyak iritnya, terutama bisa memenuhi kebutuhan sayuran dan
pupuk,” kata Tuti. lauk dari pekarangan atau kebun. Apabila
berlebih bisa dijual.
Praktik pertanian lestari yang diterapkan
Tuti tak serta merta membuat petani lain “Pekarangan itu jangan sampai nganggur,”
di dusunnya mengikuti caranya. Salah satu kata Tuti.
alasan mereka, karena ribet haru mengolah
pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk
cair fermentasi. Belum lagi membawa pupuk Lestari dengan Sayur
kandang dalam jumlah banyak ke sawah
membutuhkan tenaga dan waktu. Pohon-pohon cabai tumbuh di atas
Ia berharap bisa mengajak perempuan polybag yang disusun di dalam rumah
petani di sana. Namun kebiasaan perempuan benih. Bangunan dari galvalum dan
petani pergi ke sawah saat masa tanam berdinding kawat nyamuk itu adalah sisa-
atau menyiangi rumput saja. Tak semua sisa semangat Yohana Suinem, 54 tahun
mendapat dukungan suami atau keluarga memimpin Kelompok Wanita Tani (KWT)
untuk mengelola sawah lebih dari itu. “Tuwuh” di Dusun Ngaliyan, Desa Gunung
Tak seperti Tuti yang ikut macul bersama A, Kecamatan Samigaluh. Dibentuk pada
2016-2017, Yohana bisa mengumpulkan
Fellowship Jurnalistik Perempuan, Bisnis Berkelanjutan dan Perubahan Iklim 49