Page 17 - PETUALANGAN JINGGA DAN DIGI
P. 17
“Ya, Kak Digi. Mengapa kita harus berbakti kepada orang tua?”
Pak Haris mengulang pertanyaan.
Digi pun menjawab, “Karena orang tua kita sayang sama kita.”
“Betul, Kak Digi. Selanjutnya, silakan kak Qari jawab,” pinta Pak
Haris.
Qari pun menjawab, “Kita harus berbakti kepada orang tua
karena orang tua kita sudah berjuang untuk kita hidup dan ….”
jawaban Qari terhenti. Suaranya seperti kendaraan yang sedang
melaju, lalu tiba-tiba mengerem. Matanya berkaca-kaca. Kelas pun
menjadi hening. Semua mata memandang Qari.
Pak Haris terkaget melihat siswa baru ini menangis tiba-tiba.
“Ada apa, Kak Qari?” tanya Pak Haris penasaran.
Qari tak menjawab. Mulutnya seperti terkunci. Terlihat
badannya naik turun menahan tangis.
Jingga yang melihatnya beranjak dari tempat duduknya. Lalu
mendekati Qari dan menepuk-nepuk punggungnya. Lalu Jingga
membukakan tutup botol air minum yang ada di tas Qari dan
memberikannya untuk segera diminum. Qari pun meminumnya.
Sejenak Qari menarik napas. Temannya yang lain memberikan tisu.
Qari pun menghapus-hapus air matanya.
Pak Haris yang masih kebingungan kembali bertanya, “Kak
Qari tidak apa-apa?”
Qari mengangguk. Lalu terdengar suaranya pelan, “Aku hanya
kangen Bunda,” matanya kembali menitikkan air mata.
“Memangnya Bunda Kak Qari ke mana?” tanya Digi penasaran.
“Bunda… empat bulan lalu… meninggal… saat melahirkan
adik,” jelas Qari terbata-bata.
Teman-temannya terdiam. Ada iba di hati anak-anak sehingga
tak bersuara.
“Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun,” kata Pak Haris.