Page 19 - PETUALANGAN JINGGA DAN DIGI
P. 19

Sambil  memainkan  kancing  depan  ibunya,  Jingga  bercerita
            kejadian di sekolahnya tadi.
                 “Bu, Jingga tadi menangis di taman,” kata Jingga pelan.
                 “Oh, ya?” sahut Ibu.

                 “Jingga masih sedih karena nilai menggambar Jingga sekarang
            gak  yang  paling  bagus  lagi  di  kelas.  Sejak  Qari  ada,  Jingga  sering
            kalah,” keluh Jingga.
                 “Oh, Iya. Ternyata ibu Qari sudah meninggal, Bu,” lanjut Jingga.

                 “Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’uun. Meninggalnya baru atau
            sudah lama?” tanya Ibu.

                 “Katanya  empat  bulan  yang  lalu  saat  melahirkan  adiknya,”
            jawab Jingga.
                 “Tadi Qari menangis saat pelajaran Pak Haris. Katanya kangen
            sama Bundanya. Jingga tadinya tidak suka sama Qari, benci malah.
            Sekarang jadi kasihan, Bu,”  ungkap Jingga.

                 “Jingga sayang! Rasa benci ketika melihat orang lain lebih dari
            kita itu namanya iri,” jelas Ibu dengan lembut.

                 “Tapi Jingga tidak iri, Ibu,” bantah Jingga.
                 “Apa pun namanya, rasa tidak suka atau benci kepada sesama
            itu bisa menyempitkan hati dan akan jauh dari rahmat  Allah. Saat
            ada  orang  yang  lebih  dari  kita,  kita  harus  senang.  Agar  kita  bisa
            belajar  lebih  dari  orang  itu.  Juga  agar  kita  tidak  memiliki  pribadi
            yang  sombong.  Sombong  itu  dosa  besar  sekali.  Masih  ingat  kisah
            mengapa  iblis  menjadi  makhluk  yang  dikutuk  oleh  Allah?”  tanya
            Ibu.

                 “Iya, masih. Karena tidak mau bersujud kepada Nabi Adam
            kan?” jawab Jingga yakin.

                 “Kenapa  tidak  mau  bersujud  kepada  Nabi  Adam?”  tanya  Ibu
            kembali.
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24