Page 23 - PETUALANGAN JINGGA DAN DIGI
P. 23
Nurmala Rahmah Khoerunnisa, S.Pd.
Matahari bersinar sangat terik padahal susana masih pagi. Angin
sepoi-sepoi membawa suara samar dari kicauan burung pipit nan
jauh tak terlihat, beberapa pohon berdiri tinggi melambaikan
ranting-ranting yang penuh dengan daun berwarna hijau
kecokelatan menandakan sedang musim kemarau. Sawah yang luas
membuat mata senang memandang, gemerciknya air sungai
membuat suasana hati yang mendengarnya menjadi damai.
Begitulah yang dirasakan Jingga seorang gadis belia yang menyukai
alam. Ia tak pernah melewati ritual pagi yang selalu ia lakukan,
bukan ritual sesajen melainkan kebiasaan menyambut matahari
pagi di tengah sawah sambil membentangkan kedua tangannya dan
menengadahkan kepalanya ke langit lalu memejamkan mata.
Menghirup udara pagi, seolah-olah ada energi yang ia serap.
Memang aneh tapi begitulah kegiatan yang sering ia lakukan di pagi
hari setelah dua minggu lamanya.
“Hey Kau mau ke mana?” sahut Digi teman baiknya.
“Mau ke tengah sawah Gi,” jawab Jingga sambil berjalan
tergesa-gesa.
“Pagi-pagi gini?” tanya Digi dengan terheran-heran.
“Iya Gi,” singkat Jingga.
“Mau apa Ga, ke sana pagi-pagi?” tanya Digi yang makin heran.
“Sudahlah jangan banyak tanya Gi, kalau mau ikut boleh, kalau
tidak tak usah banyak tanya kau, aku sedang terburu-buru,” jawab
Jingga kesal karena merasa terganggu.