Page 122 - just duit_Spread
P. 122

jadi sorotan publik—khususnya masyarakat internasional—maka
           dicarilah  cara  agar  terkesan  ada  tindakan  hukum,  sekalipun
           prosesnya mengambang sampai kemudian terlupakan.
        3.  Indonesia adalah  negara agamis.  Sekalipun  bukan  negara  agama,
           namun   dalam praktek, isu  agama sangat kental  dalam kehidupan
           sehari-hari,  yang  mempengaruhi  perilaku  politik  maupun  eko-
           nomi.  Sayangnya,  filosofi  fundamental  dari  azas  demokrasi  dan
           agama  sangat  bertentangan.  Demokrasi  mempropagandakan  ke-
           bebasan  berpikir,  berpendapat  dan  independensi  individu,  tanpa
           sanksi atau kutukan apa pun terhadap individu yang berani tampil
           beda,  termasuk  memilih  untuk  tidak  beragama  atau  tidak  ber-
           tuhan,  selama  tidak  mengganggu  orang  lain.  Dengan  kata  lain,
           individu berkuasa atas filosofi, atau rakyat berkuasa atas  negara.
           Sedangkan  agama   lebih  menekankan  ketaatan  dan  keterikatan
           kepada  norma  kepercayaan  yang  dianut  dan  kepada  pemimpin
           spiritualnya,  serta  terkesan  memberangus  kemerdekaan  individu
           ke  dalam  kebijakan  dan  kepercayaan  kolektif,  dengan  ancaman
           dan  kutukan  bagi  pengikut  yang  membangkang,  atau  menyim-
           pangkan  dogma dan   doktrin,  apalagi murtad.  Dengan kata lain,
           individu  dikuasai  oleh  filosofi,  dan  pemimpin  adalah  penguasa
           umat.  Menurut  pengamatan  saya,  demokrasi  dan  agama  seperti
           air  dengan  minyak,  ti-dak  akan  bisa  menyatu,  kecuali  dilakukan
           modifikasi,  seperti  yang  akan  saya  sarankan  di  bawah  ini.


           Karena  masyarakat  kita—termasuk  beberapa  tokoh  masyarakat
        yang  menjadi public figure—belum paham   dan  belum  terbiasa  ber-
        demokrasi,  itulah  sebabnya  perilakunya  nampak  seperti  aji  mum-
        pungan,  seperti  misalnya  mengutarakan  pernyataan  yang  bersifat
        menghasut  (provokatif)  dalam pertemuan massa ataupun wawancara
        pers,  atau  melecehkan  pemimpin  bangsa  dengan  menjulukinya  se-
        bagai  badut.  Kalau jaman  presiden  Soeharto  dulu,  jangankan  meng-
        hina  dan  memfitnah  presiden  di  tanah  air,  berani  mengatakan  "dik-
        tator" saja di luar negeri, orang itu bisa masuk penjara, karena dinilai
        kurang ajar dan  membahayakan! Namun di zaman    yang katanya  re-


                                       106
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127