Page 236 - S Pelabuhan 15.indd
P. 236

kekuatan militer VOC dalam Perang Makasar 1666-1669. Dalam catatan sumber-

                                     sumber Belanda, sejak perjanjian Bongaya, 1667, yang menandai kekalahan Kerajaan
                                     Gowa,  membuat bangsawan Makasar  dan para pengikutnya merasa terhina dan
                                     pergi meninggalkan tanah Makasar. Pengungsian besar-besaran terjadi pada tahun
                                     1669 ketika  secara fi nal VOC mengalahkan pemberontakan orang Makasar, terlebih

                                     lagi ketika Arung Palakka, penguasa Bone, menjadi pemimpin utama di wilayah
                                     Sulawesi Selatan. (Andaya 1995:119-120)


                                     Perang Makasar (1666-1668) sebenarnya dipicu oleh perang dagang antara Kerajaan
                                     Makasar yang menjadikan pelabuhannya bebas dikunjungi oleh kapal-kapal dari
                                     Eropa ataupun dari Asia dan Nusantara, dengan pihak VOC yang ingin memaksakan
                                     monopoli. Pelabuhan Makasar dianggap menyaingi perniagaan  VOC. Keinginan

                                     VOC untuk mengontrol jalur  perniagaan laut, ditolak oleh Sultan Hasanuddin.
                                     Dalam kebudayaan bahari yang dimiliki oleh orang Makasar, mereka memiliki fi losofi
                                     bahwa secara umum laut adalah milik bersama, siapapun boleh melayarinya.


                                     Permintaan VOC agar Sultan menerima monopoli perdagangan di Makasar ditolak
                                     oleh Sultan Hasanuddin. Bahkan Sultan mengatakan:


                                           “Tuhan telah menciptakan bumi dan lautan, telah membagi-bagi daratan di
                                           antara umat manusia. Tetapi mengaruniakan laut untuk semuanya. Tak pernah
                                           kedengaran larangan buat siapapun untuk mengarungi lautan.” (Lapian
                                           1984:37)






                                     Jawaban ini meneguhkan  semangat orang-orang Makasar untuk melawan tindakan
                                     yang memaksakan kehendak, padahal sudah sejak lama, perniagaan laut di Asia
                                     Tenggara ini berjalan dengan sistem pasar bebas. Pihak penguasa hanya mengontrol

                                     keamanan laut dan pelabuhan dengan menarik cukai atas bermacam mata dagangan.
                                     Bahkan para penguasa juga menjadi kaya karena menjadi juragan atau pemilik kapal-
                                     kapal dagang. Namun sejak kekalahan dalam Perang Makasar banyak bangsawan,
                                     saudagar, dan pelaut Makasar yang meninggalkan kampung halamannya pergi
                                     merantau ke seluruh kepulauan Nusantara.


                                     Sementara itu sebagaian besar bangsawan Bugis di  Wajo  yang menjadi sekutu
                                     Kerajaan Gowa-Tallo juga melakukan pengungsian setelah ibukota kerajaan di Tosora
      224
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241