Page 246 - S Pelabuhan 15.indd
P. 246

akan mencari tripang (Sutherland 2000, 451), mata dagangan laut yang sangat laku

                                     di pasaran Cina, yaitu di Amoy dan Canton. Sebagai bahan masakan yang mahal dan
                                     mewah di Cina, telah membuat tripang menjadi produk andalan ekspor dari kawasan
                                     Indonesia timur.


                                     Selain  pinisi, jenis kapal yang umum dipakai oleh para pedagang Bugis-Makasar
                                     adalah padewakang. Jenis kapal ini dapat memuat  barang dagangan antara 9 sampai
                                     13 koyang, tetapi kadang-kadang ada kapal padewakang yang dapat memuat 60-70

                                     koyang. Muatan yang sering dibawa oleh pelaut Bugis-Makasar untuk dipasarkan di
                                     Pelabuhan  Makasar adalah tripang, sarang burung, lilin, dan produk lainnya. Namun
                                     mata dagangan utama adalah tripang yang laku dijual kepada pedagang-pedagang
                                     Cina yang membawa jung-nya ke Pelabuhan Makasar. Produk tripang ini biasanya

                                     sudah diolah (dikeringkan atau diasap) dan dipilah-pilah berdasarkan kualitasnya.
                                     Tripang Marege, merupakan tripang terbaik yang ditangkap di perairan Australia
                                     Utara. Biasanya nelayan Bugis-Makasar berangkat mencari  Tripang pada bulan
                                     Desember dengan sejumlah besar  padewakang, mereka berangkat menuju pantai

                                     Australia Utara yang letaknya cukup jauh di selatan (Sutherland 2000, 454).

                                     Perdagangan tripang ini dimulai pada awal abad ke-18, karena dalam laporan penguasa

                                     Belanda (VOC) pada abad ke-17, di Makasar belum ada laporan yang menyebutkan
                                     adanya perdagangan tripang. Namun laporan  Daghregister 23 Juni 1710, tercatat
                                     adanya ijin bagi pelaut Bugis mencari tripang di Buton, laporan syahbandar Pelabuhan
                                     Makasar tahun 1717-1718 mencatat adanya 7 pikul tripang yang datang dari Buton
                                     dan Tambora (Sumbawa). Laporan pemerintah Batavia tahun 1720, mencatat adanya

                                     nelayan asal Manggarai (Flores) yang mencari tripang di sekitar Pulau Wetar, sebelah
                                     timurlaut Pulau Timor.


                                     Sebuah laporan dari penggalian reruntuhan benteng Somba Opu di Makasar, terukir
                                     gambar tripang dalam sisa batu bata. Hal ini menunjukkan perdagangan tripang
                                     sudah ada sejak abad ke-16, sesuai dengan  periode pembangunan benteng Somba
                                     Opu (Sutherland 2000, 460). Sampai abad ke-19 daerah-daerah penghasil tripang

                                     terutama di laut sekitar Nusa Tenggara, Sumbawa, Ende, Manggarai (Flores), Timor,
                                     Solor, kemudian daerah Ambon, Banda, Kendari, Selayar, Aru, Menado, Irian, Kutei,
                                     Mandar, Ternate, Marege (Australia Utara), Buton, dan Bonerate (Sutherland 2000,
                                     463).

      234
   241   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251