Page 242 - S Pelabuhan 15.indd
P. 242

berbasis di Singapura ke Makassar yang kemudian dirasakan sangat merugikan

                                     pemerintah kolonial. Oleh karena itu setelah memiliki armada kapal yang kuat sejak
                                     akhir abad XIX, Belanda mencabut status pelabuhan bebas bagi Makassar.


                                     Ketika Makassar tidak lagi menjadi pelabuhan bebas pada tahun 1906, pola pelayaran
                                     antar daerah telah terbentuk dengan dukungan dari KPM (Koninklijke Paketvaart
                                     Maatschappij), RL (Rotterdamsche Lloyd), SMN (Stoomvaart Maatschappij ‘Nederland’),
                                     JCJL (Java-China-Japan Line) dan berbagai perusahaan pelayaran asing seperti OSSC

                                     (Oriental Steam Shipping Company), DADG (Deutsch-Australische Dampfschiff s-
                                     Gesselschaft), NDL (Noorddeutsche Lloyd), dan beberapa armada kapal Cina yang
                                     berbasis di Singapura. Makassar bertindak sebagai transito bagi komoditi, terutama
                                     kopra, dari kawasan timur kepulauan Indonesia yang akan dieksport ke Eropa, Jawa,

                                     Singapura dan Amerika. Selain itu Makassar mengeksport kembali barang-barang
                                     dari luar ke berbagai daerah di kepulauan Indonesia bagian timur.





                                     15.2.  Pelabuhan Makasar sebagai Pusat Perdagangan Tripang
                                            di Kawasan Indonesia Timur


                                     Kapal-kapal yang umum dipakai oleh orang Bugis dan Makasar adalah kapal
                                     jenis  padewakang (bahasa Makasar) atau  padduakeng (bahasa Bugis). Jenis kapal

                                     padewakang atau padduakeng adalah   jenis perahu berbadan besar yang umum dibuat
                                     pada abad ke-19, seperti halnya pinisi. Kapal jenis ini merupakan pengembangan
                                     dari jenis perahu  patorani yang umum dibuat oleh orang Bugis-Makasar pada
                                     abad ke-18. Kapal jenis  patorani dengan bobot sampai 50 ton, dan  padewakang

                                     seringkali digunakan untuk mencari tripang di pantai utara Australia selama abad
                                     ke-18. Kapal padewakang memiliki dua lantai, dengan tiga tiang tripot dengan layar
                                     berbentuk segitiga. (Horridge 1981:19) Secara umum jenis kapal padewakang rata-
                                     rata bermuatan 10-15 koyang, atau setara dengan 20-30 ton, namun kadang-kadang

                                     terlihat jenis kapal padewakang yang dapat mengangkut muatan sebanyak 120-140
                                     ton. (Sutherland 2000: 454)

                                     Dalam pengamatannya tentang pelayaran perahu-perahu di pantai barat Sulawesi

                                     sekitar tahun 1917, L. van Vuuren, melaporkan jenis-jenis kapal yang dipakai oleh
                                     para pedagang Bugis, Makasar, dan Mandar. Ada empat jenis perahu yang sering
      230                            dipakai untuk mengangkut barang dan mencari ikan. Pertama,  padewakang yang
   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247