Page 48 - S Pelabuhan 15.indd
P. 48

penggunaan pasak tidak lebih sebagai pemerkuat ikatan yang ada saja. Artinya

                                     pemanfaatan teknik ikatnya tetap dominan.

                                     Selanjutnya Situs Sambirejo menunjukkan bagaimana pasak mulai menggantikan

                                     penggunaan tali. Pasak kayu terlihat lebih banyak berperan. Sedikit demi sedikit,
                                     simpul tali justru berfungsi hanya sebagai penguat badan perahu yang telah disatukan
                                     dengan pasak. Sebuah tahapan suplementer mulai melangkah di Paya Pasir (dan juga di
                                     Butuan); tidak ditemukan lagi penggunaan simpul tali untuk mempersatukan papan-

                                     papan badan perahu. Hanya untuk menyatukan gading-gading dengan papan badan
                                     perahu saja, tambuko masih digunakan, artinya masih menggunakan simpul tali.


                                     Hal lain yang dapat diketahui dari objek tersebut dapat dikaitkan dengan keberadaan
                                     Kadātuan Śrīwijaya. Sisa runtuhan perahu dari beberapa situs di Sumatera Selatan
                                     (Sambirejo; Kolam Pinisi;  Tulung Selapan; Karanganyar) memperlihatkan bahwa
                                     teknik ikat makin bergeser perannya oleh kehadiran pasak kayu. Semakin dekatnya
                                     jarak antara lubang-lubang untuk memasukkan pasak kayu tidak lagi berfungsi hanya

                                     sebagai sarana pembantu memperkokoh sambungan tetapi justru merupa kan bagian
                                     yang dominan dalam teknik pembangunan perahu tersebut.


                                     Di Sumatera masa lalu, penyebutan pertama akan nama perahu dalam bahasa Melayu
                                     Kuno dijumpai dalam Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang tahun
                                     1920. Cœdés menunjukkan penggu naan kata samwau untuk menggambarkan perahu
                                     dari armada perang Śrīwijaya pada akhir abad ke-7.


                                           ...... paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik perahu untuk “mengambil
                                           siddhayātra”// Pada hari ke tujuh paro-terang bulan Jyestha Dapunta Hiyang

                                           bertolak dari Minańa sambil  membawa 20.000 tentera dengan perbekalan
                                           sebanyak dua ratus (peti) berjalan dengan perahu ......//


                                      Melihat kurun waktu berlangsungnya peris tiwa sebagaimana yang diceritakan dalam
                                     Prasasti Kedukan Bukit, agaknya patut dipertimbangkan kemungkinan penggunaan
                                     bentuk-bentuk perahu yang dijumpai di Sumatera Selatan sebagai salah satu model
                                     perahu masa pertumbuhan  Kadātuan Śrīwijaya. Apabila dugaan ini benar maka
                                     pengertian  samwau dalam Prasasti Kedukan Bukit mengacu pada jenis runtuhan

                                     perahu di Sumatera Selatan. Sayang sekali hingga saat ini kita belum memperoleh
                                     data mengenai denah lengkap akan sebuah perahu masa itu.
       36
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53