Page 62 - S Pelabuhan 15.indd
P. 62

dunia bertemu. Tidak heran apabila kerajaan besar per tama yang dikenal berpusat di

                                     kawasan ini. Kedudukan geografi s ini sangat menguntungkan baginya, karena dapat
                                     menguasai tempat pertemu an jalan pelayaran dan perdagangan.


                                     Pelaut yang mengendalikan sebuah pelayaran besar tentu saja harus trampil dalam
                                     pengetahuan tentang arah angin di Nusantara. Sumber-sumber tertulis sering
                                     menginformasikan bahwa kapal yang satu menempuh suatu jarak tertentu dalam
                                     waktu yang lebih lama dari kapal yang lain. Fa Hsien pada tahun 414 Masehi.

                                     mengeluh bahwa jarak antara Melaka dan Kanton yang biasa ditempuh dalam waktu
                                     50 hari, ditempuhnya lebih dari 50 hari. Sebaliknya, Chia Tan (abad ke-8 Masehi)
                                     berlayar dari Kanton ke “Selat” dalam waktu 18,5 hari —suatu kemajuan yang
                                     besar— tetapi tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan Ch’ang Chun (abad ke-7

                                     Masehi yang berlayar dalam 20 hari dari Kanton ke bagian selatan Semenanjung
                                     Tanah Melayu, atau kapal yang ditumpangi I-t’sing pada tahun 671 yang berlayar
                                     dari Kanton ke Śrīwijaya dalam waktu kurang dari 20 hari. Sebelas abad kemudian
                                     pelayaran Tomé Pires (1517) untuk jalur yang sama masih memerlukan waktu lebih

                                     lama, yaitu 45 hari.

                                     Pengetahuan geografi  laut sangat penting bagi para pelaut. Gosong-gosong pantai

                                     dan batu karang yang menonjol di perairan yang dangkal dapat menyebabkan sebuah
                                     kapal tenggelam atau kandas. Karena pada waktu itu belum ada peta laut, maka yang
                                     berperan adalah nakhoda atau juru mudi yang berpengalaman dalam melalui jalur
                                     yang berbahaya bagi pelayaran. Pada awal pelayaran di perairan Asia Tenggara, tidak
                                     terdapat peta yang menunjukkan keletakan terumbu karang ataupun beting pasir

                                     yang banyak terdapat di per airan Asia Tenggara, seperti beting di Selat Gaspar dan
                                     Selat Karimata serta batu karang di Kepu lauan Enggano dan di sekitar Belitung.


                                     Salah satu cara untuk menandai adanya beting pasir atau batu karang yang
                                     membahayakan pelayaran, adalah dengan membuat tanda berupa pelampung.
                                     Namun cara inipun tidak ba nyak menolong apabila cuaca berubah menjadi badai
                                     yang ganas. Ombak besar yang dapat menghanyut kan pelampung, dan hujan lebat

                                     yang meng halangi pandangan dapat menye babkan kapal ma suk dalam perangkap.
                                     Badai angin muson meru pakan badai yang sangat berbahaya. Datangnya secara tiba-
                                     tiba, dan ber lang sung tidak lama. Setelah itu cuaca menjadi cerah kembali.



       50
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67