Page 60 - S Pelabuhan 15.indd
P. 60
Sejalan dengan kemajuan teknologi pembangunan kapal, dikembangkan pula
ketrampilan navigasi disertai pengetahuan geografi untuk mengenal lokasi yang
dikunjungi; hidrografi untuk mengetahui arus laut di sebuah perairan pada waktu
tertentu dan alur pelayaran yang aman; meteorologi untuk mempelajari gerak
angin yang dapat dimanfaatkan untuk menggerakan kapal; serta astronomi untuk
memahami peredaran bulan dan bintang yang dapat menjadi pegangan dalam
menentukan arah angin dan tujuan.
Perairan Nusantara tampaknya merupakan sebuah per airan yang tenang, jauh dari
obak besar dan badai karena meru pakan perairan antar pulau. Namun pada perairan
yang tampak tenang itu, tersembunyi bahaya yang tidak diduga oleh pelaut manapun.
Badai muson yang sewaktu-waktu datang, batu karang di laut, serta gosong-gosong
pasir di perairan dangkal merupa kan bahaya yang se waktu-waktu dapat menimbulkan
bencana. Apalagi pada kala itu pengetahuan geografi kelautan masih terbatas dan
belum ada peta laut.
Sebagai bangsa bahari, sebagian besar masyarakat yang hidupnya di laut, tentu
mengenal jenis-jenis angin. Tanpa mengenal jenis angin, maka mereka akan celaka di
laut. Kosa kata dalam berbagai bahasa di Nusantara “menyumbang” kata-kata untuk
menyebutkan nama-nama angin. Untuk angin yang berpusing-pusing disebut angin
langkisan, angin puting beliung, atau angin puyuh. Bila ada angin yang tidak tentu
arahnya, maka disebut dengan nama angin gila, sedangkan untuk angin yang bertiup
keras ada angin gunung-gunung, angin taufan, atau angin ribut. Angin yang bertiup
sedang, disebut angin sendalu, apabila anginnya kurang baik maka disebut angin
salah. Angin yang bertiup pada dinihari disebut angin pengarak pagi.
Sebutan untuk berjenis-jenis angin, sebagian besar disumbangkan oleh masyarakat
bahari. Angin haluan dan angin buritan menunjukkan dari mana arah angin itu datang
jika sedang berlayar. Angin turutan yang keras adalah angin sorong buritan. Angin sakal
yang datang dari depan tentu saja merupakan angin peng halang pelayaran, sedangkan
angin paksa justru memaksa pelaut membongkar sauh dan pergi berlayar. Bila datang
dari berbagai jurusan maka dikatakan angin ekor duyung, tetapi kalau angin bertiup
keras dari sebelah sisi perahu disebut angin tambang ruang.
Dilihat dari keletakan geografi s Nusantara yang dibelah oleh garis khatulistiwa,
seharusnya Nusantara berada dalam wilayah kekuasaan angin pasat: di belahan
48