Page 79 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 79

Pemikiran Terkait dengan Regulasi Hak-Hak Adat/Hak
            Ulayat Atas Tanah
                Pertama, penggunaan istilah atau sebutan  “pengakuan” atau
            “kesepakatan”. Pada istilah pengakuan maka mengandung konsekuensi
            tanpa pengakuan Hukum Negara, maka Hukum Lokal tidak dapat
            diterapkan atau diaplikasikan. Konsekuensi lebih lanjut, yaitu pengakuan
            memberi batasan terhadap bagian mana yang saja yang diakui dan
            bagian mana saja yang dilarang. Sedangkan pada istilah “kesepakatan”
            lebih merupakan kontrol terhadap Negara untuk menghargai wilayah
            sosial yang telah memiliki hukum sendiri, sehingga tetap ada otonomi
            dalam wilayah sosial hukum. Disamping itu relasi antara Negara-
            masyarakat  selalu  dalam  relasi  sejajar  yang  dibangun  atas  berbagai
            kesepakatan yang dinamis dan terbuka. Sebagai contoh,  kesepakatan
                                                              36
            yang dibangun antara Kepala Suku Taparu Sub Suku Koperapoka/
            Nawaripi dan Sub Suku Tipuka dengan PT. Freeport Indonesia untuk
            penyerahan tanah hak ulayat serta kesanggupan PT Freeport Indonesia
            untuk membiayai pembangunan fisik  Program Rekognitie sebagai
            bentuk pengakuan terhadap hak ulayat Suku Komoro. Kesepakatan
            tersebut difasilitasi oleh Pemerintah yang dalam hal ini Bupati Mimika
            yang dituangkan dalam SK Bupati Mimika Nomor 3 Tahun 1998
            tertanggal 9 Pebruari 1998. Dengan melibatkan Yayasan Sejati, Yayasan
            Nawaripi dan Lembaga Adat Masyarakat Tipuka.

                Kedua, sebagai parameter untuk pengakuan atau penghormatan
            terhadap pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat, apakah
            bertentangan atau tidak dengan kepentingan nasional dan Negara,
            maka  dapat diterapkan 4  (empat)  prinsip bahwa  pelaksanannnya
            diwajibkan berkontribusi secara nyata yaitu 1) Meningkatkan
            kesejahteraan rakyat, dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran
            rakyat; 2) Meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih
            berkeadilan dalam kaitan dengan penguasaan, pemilikan tanah, dan



            36   Mohammad Saleh Arsad, (2005), Pengakuan PT. Freeport Indonesia Terhadap
                Hak Ulayat Suku Komoro Di Kabupaten Mimika Provinsi Papua (Skripsi),
                Yogyakarta, STPN: 63-83.


                                          64
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84