Page 77 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 77

Namun dalam pelaksanaan kewenangan tersebut, terjadi tarik-ulur
            yang menimbulkan persoalan tersendiri, bahkan sempat menimbulkan
            kemacetan (stagnasi) dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat
            di beberapa Kantor Pertanahan.  Sebagai jalan kompromi untuk
                                           35
            keluar dan upaya menetralisasi konflik yang terjadi, maka Pemerintah
            menerbitkan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang merevisi UU Nomor
            22  Tahun 1999. Selanjutnya Pemerintah menindaklanjuti dengan
            menerbitkan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
            Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
            Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam PP tersebut,
            ada 9 (Sembilan) kewenangan yang mana 8 (delapan) kewenangan
            didesentralisasikan, sedangkan 1 (satu) kewenangan yaitu Ijin Membuka
            Tanah di  Tugas Perbantuan  (Medebewind). Sedangkan kewenangan
            Penetapan Tanah Ulayat menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten/
            Kota yang didesentralisasikan yang meliputi Pembentukan Panitia
            Peneliti, Penelitian dan kompilasi hasil penelitian, pelaksanaan dengan
            pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat, pengusulan
            rancangan perda tentang penetapan tanah ulayat, dan pengusulan
            pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah kepada
            Kantor Pertanahan Kab/Kota, serta penanganan masalah tanah ulayat
            melalui musyawarah dan mufakat.
                Dalam perjalanan, implementasi PP Nomor 38 Tahun 2007yang
            telah berjalan selama hamper 3 (tiga) tahun tersebut, ternyata
            mengalami berbagai kendala dan hambatan, yang mengakibatkan
            pelaksanaan kewenangan tersebut menjadi tidak dapat dilakukan
            secara optimal, karena terbentur oleh: a) masalah kelembagaan/institusi
            yang belum terbentuk; b) kualitas Sumber Daya manusia (SDM)
            yang belum tersedia dari sisi kualitas maupun kuantitas; c) sarana dan
            prasana penunjang; d) perangkat peraturan perundang-undangan
            di daerah (Perda Hak Ulayat) yang belum tersedia baik di tingkat
            Provinsi, maupun di Kabupaten/Kota. Meskipun telah tersedia Perda



            35   Sarjita, (2005), Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan Dalam Era otonomi
                Daerah, Yogyakarta, Tugu Jogja Pustaka, : 14.


                                          62
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82