Page 72 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 72

Peradilan Adat-pun di hapuskan.  Setelah masyarakat adat menggugat,
                                         27
            maka dimunculkan kembali peradilan adat.
                Tumbuhnya kesadaran masyarakat, terutama masyarakat hukum
            adat akan hak-hak atas sumberdaya agrarian yang selama ini diatur
            dan dimanfaatkan  bukan  untuk  secara  langsung  mendatangkan
            kemakmuran bagi mereka, hal ini merupakan pengabaian atau penafikan
            terhadap hak-hak masyarakat adat yang bersangkutan. Nur Hasan
                 28
            Ismail  menggambarkan, tumbuhnya kesadaran masyarakat hukum
            adat  akan  hak-hak  yang  disadangnya  itu  diibaratkan  sebagai  Singa/
            Harimau yang ditidurkan selama ini (1960-1999) oleh Pemerintah,
            Singa/Harimau yang ditidurkan tersebut saat ini telah bangun dan
            “lapar” untuk mendapatkan kembali hak-haknya, sehingga memandang
            setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah bersifat
            negatif dan menghadangnya dengan destruktif. Oleh karena itu, ada
            pemeo “jangan akui hak ulayat masyarakat hokum adat, karena analog
            dengan membangunkan Singa/Harimau yang sedang tidur.”

                Oleh karena itu, ke depan jika memang benar bahwa Hukum
            Adat merupakan sumber utama Hukum Tanah Nasional, konsekuensi
            hukumnya,  maka  Pemerintah  segera  perlu menindaklanjuti  dengan
            pembuatan peraturan untuk merawat dan menjaganya. Jangan terulang
            kembali pemberlakuan sejenis UU Nomor 5  Tahun 1979 tentang
            Pemerintahan Desa. Dari sisi substansinya undang-undang tersebut


            27   Peradilan Adat/Swapradja dihapuskan dengan diberlakukannya UU Darutar Nomor
                1 Tahun 1951. Khusus di Papua dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor
                6 Tahun 1966 tentang Penghapusan Pengadilan Adat/Swaspradja dan Pembentukan
                Pengadilan-Pengadilan Negeri di Irian Barat. Dengan diberlakukannya UU Nomor
                21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, pada Pasal 50 ayat (2)
                Pemerintah mengakomodasikan kembali /mengakui adanya peradilan adat di dalam
                masyarakat hukum adat. Peradilan adat dimaksud merupakan peradilan perdamaian
                di lingkungan masyarakat hokum adat yang mempunyai kewenanganan memeriksa
                dan mengadili perkara sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para
                warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Namun demikian pengadilan adat
                tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (6) tidak berwenang untuk menjatuhkan
                pidana penjara dan kurungan
            28   Nur  Hasan  Ismail,  (2006),  Amandemen  UUPA  No.  5 Tahun  1960  Dalam
                Perspektif Landreform Di Indonesia (Makalah disampaikan pada Semiloka
                Nasional Penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria,
                24Maret 2006), FH UII-DPD RI.: 3.


                                          57
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77