Page 71 - Beberapa Pemikiran Status Tanah dan Dinamikanya
P. 71
Namun demikian, Satjipto Raharjo, mengingatkan kembali
26
agar direnungkan dan kembali untuk berpikir dari sifat Otoriter
ke Partisipatif. Dalam menjalankan pengaturan secara partispasif,
Negara tidak lagi memonopoli kebenaran dan hak untuk mengatur.
Negara tetap memiliki otoritas untuk mengatur, tetapi substansi nyata
disebarkan ke masyarakat. Di sini Negara mengakui bahwa institusi
asli juga memiliki potensi untuk mengatur sendiri masyarakatnya,
di samping itu hendaknya Negara mengakomodasi kearifan-kearifan
lokal yang tumbuh dan berkebang di dalam masyarakat.
Pembaharuan hukum sebagaimana dikemukakan di atas,
yaitu berupa tindakan, mengganti aturan-aturan hukum yang tidak
mencerminkan nilai-nilai demokratis dan yang tidak berorientasi
kepada ekonomi pasar yang hanya bertujuan untuk stabilitas kehidupan
sosial politik. Bahkan berbagai kelengkapan dan mekanisme disiapkan
untuk mendukung dan memberi pembenaran terhadap aktivitas
tersebut, seperti doktrin kedaulatan Negara.
Hukum Adat dan Hukum Nasional masing-masing merupakan
tipe-tipe hukum yang distinct. Legislator atau pembentuk undang-
undang perlu peka terhadap kerentanan Hukum Adat bila
diperhadapkan dengan Hukum Nasional, yang notabene adalah hukum
modern. Dalam posisi berhadapan antara keduanya hukum modern
dengan hukum adat, maka “adat akan kalah oleh sertipikat”. Maka
atas nama kedaulatan Negara tersebut, entitas-entitas komunitas asli
bisa dipingirkan, bahkan dinegasikan. Hampir semua kegiatan yang
bersifat publik diberi label Negara seperti, Pengadilan Negara (PN, PA,
dan PTUN), Kepolisian Negara, dan legislasi, dan akhirnya eksistensi
26 Satjipto Rahardjo, Catatan Atas Draff Penyempurnaan UUPA 1960 (Disampaikan
pada Diskusi Panel Penyempurnaan UUPA 1960, Semarang, 22 Desember 2005): 1.
56