Page 125 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 125
“Saya sering bareng petani sampai tidur di rumahnya. Jadi, tahu persis
keinginan mereka. Mereka memang punya sejarah tanah itu. Dulu mereka
diusir dari tanahnya. Jadi, mereka ngga punya tanah. Saya salut dengan
perjuangan mereka. Jadi sebisa dan semampu saya, saya coba berbuat
sesuatu untuk petani.” (Wawancara, 28/12/2018).
Meskipun pada umumnya aktivis LSM adalah kelas menengah
dan tidak mengalami langsung seperti yang dialami oleh para
petani, tetapi interaksinya dengan masyarakat membuat mereka
mempunyai kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap
masyarakat. Kemampuan analisis dari LSM dalam kerja advokasi
juga dipengaruhi oleh seberapa besar pengalamannya dalam
mengorganisasi masyarakat. Hasil-hasil kerja mereka yang
biasanya berupa kertas kebijakan (policy brief) didapatkan dari
proses interaksi dengan para petani dan serikat tani.
Interaksi tersebut terjadi saat aktivis LSM melakukan
serangkaian penelitian terhadap kasus yang ada di masyarakat.
Biasanya metode yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah penelitian aksi partisipatoris. Metode penelitian ini
memungkinkan penelitian tersebut dilakukan secara bersama-
sama. Mereka merancang penelitian dan kerangka aksinya secara
bersama. Selanjutnya, terdapat pembagian peran. Para petani
biasanya mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Kemudian
oleh aktivis LSM, data tersebut dianalisis dan dijadikan draft
tulisan yang hasilnya berupa kertas kebijakan (policy brief) yang
merupakan salah satu elemen penting dari kerja advokasi. Terkait
hal tersebut, SG (SeTAM) mengatakan,
“Perjuangan reforma agraria tidak akan berhasil tanpa ada hubungan
dengan LBH, LSM, aktivis, BPN sampai dengan presiden. Dulu kan banyak
dari akademisi, terus dari aktivis-aktivis yang mengawal termasuk pernah
juga di sini, untuk diskusi, membantu advokasi maupun bicara dengan
pemerintah.” (Wawancara, 25/12/2018).
108 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono