Page 129 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 129
“Ada yang mengawasi dari perkebunan itu. Yang ngawasi itu udah
TNI,jadinya masyarakat juga takut. Bahasanya bahasa penyerobotan itu
gak ada yang berani. Apalagi masyarakat sini lah jauh dari kota. Yang
pertama itu memang masyarakat-masyarakat awam mas, jadi karena
gaktau persoalan undang-undang, jadi semuanya takut. Makanya dari
Kodam itu ‘Barangsiapa pun melanggar persoalan ini jelasnya ditangkap’
seperti itu. Katanya itu dipenjarakan katanya itu masuknya penyerobotan.”
(Wawancara, 25/12/2018).
Kondisi yang sama dialami juga oleh TG (petani penggarap)
yang menggambarkan situasi yang terjadi pada saat orde baru. Ia
bercerita:
“Lha waktu orde baru di sini mau usul ke sana ditutuk (baca: dipukul), tidak
ada yang berani. Bahkan kalau bertanya saja apes-apesnya (baca: tidak
beruntung) masuk bui bahkan bisa “di-Sukabumi-kan” (baca: dibunuh).
Dulu dua orang teman saya hilang. Saya menduga orangnya dimasukkan
ke dalam bumi, dibedil (baca: ditembak) gitu, misterius lah.” (Wawancara,
21/11/2018).
Melihat situasi di masa orde baru yang kelam tersebut,
kondisi berbeda terjadi di era eformasi. Para petani yang diteliti
pada umumnya menyebutkan bahwa era reformasi membuka
keberanian masyarakat untuk menuntut pelaksanaan reforma
agraria. Di era orde baru, keberanian tersebut harus berhadapan
dengan tekanan yang dijalankan pemerintahan pada saat itu.
Banyak di antara para petani yang memperjuangkan lahan
tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya, bahkan ada yang
ditangkap ataupun meninggal. Maka di era reformasi itulah,
para petani gencar melakukan upaya untuk memperjuangkan
tanahnya. Mereka melakukan pendudukan atas lahan yang
selama ini dikuasai oleh PT RSA secara terang-terangan. Selain
melakukan pendudukan lahan, para petani juga melakukan
demonstrasi bersama dengan para petani lainnya yang tergabung
di SeTAM.
112 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono