Page 128 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 128
“Mengapa sampai sekarang ada undang-undang yang masyarakat itu
wajib bela negara? Dalam pertahanan negara maka sampai sekarang
meskipun ada reformasi (kita juga harus ingat masa lalu, pen.) kalau di
daerah Caruy itu memang banyak orang PKI. Caruy itu basis PKI. Ya pokoke
di sini basisnya. Kalau di sini ini bisa disamakan dengan Boyolali, Klaten,
Solo, Wonogiri. Itu sama jadi situasi di sini itu dahulu basis 95% itu PKI,
bahkan sampai sekarang pun itu masih ada. Kemarin kan mau bangkit
lagi.” (Wawancara, 21/11/2018).
Berbagai penjelasan di atas memperlihatkan interaksi antara
pengalaman individu dan kondisi sosial yang melingkupi petani.
Interaksi tersebut memengaruhi reaksi atas perumusan kebijakan
dan implementasi reforma agraria.
Ragam Metode dalam Pelibatan Perumusan Kebijakan
Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan kepada
subjek penelitian tentang pemahaman terhadap bentuk kebijakan
reforma agraria yang dijalankan di Cipari, maka dapat diperoleh
berbagai gambaran terkait reaksi kebijakannya. Pasca reformasi,
setidaknya terdapat dua pandangan dominan yang berbeda dalam
melihat reforma agraria, baik secara diametral maupun berada
dalam zona yang akulturatif. Pertama, pandangan optimis. Dalam
pandangan ini, reformasi dianggap sebagai jalan pembuka bagi
reforma agraria setelah masa kelam di era orde baru. Reforma
agraria pada masa ini merupakan hal yang tabu dibicarakan
bahkan menakutkan karena dapat berdampak terhadap hidup
matinya seseorang. Selama orde baru memerintah, para petani
penggarap tidak dapat mengakses lahan secara optimal. Mereka
selalu saja “kucing-kucingan” dengan para pegawai perkebunan
saat akan mengerjakan lahan. MSR, salah seorang petani
menjelaskan:
Atrikulasi Kepentingan Petani 111