Page 126 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 126
Pernyataan SG di atas meneguhkan bahwa kontribusi petani
dalam perumusan kebijakan tidak terlepas dari interaksi mereka
dengan kalangan masyarakat sipil.
Selain dengan kalangan masyarakat sipil, hubungan
dalam perumusan kebijakan juga dibangun dengan aktor
dipemerintahan. Tidak semudah dengan kalangan masyarakat
sipil, hubungan dengan pemerintahan dipengaruhi juga interaksi
aktor pemerintahan tersebut dengan pengalaman individu dan
kondisi sosial mereka.
Di kalangan pemerintahan, terdapat beragam pemikiran
tentang reforma agraria. Bagi aktor yang duduk di pemerintahan
dan tidak pernah menjadi aktivis ataupun jarang melakukan
interaksi dengan para aktivis, perlakuan terhadap reforma agraria
akan cenderung anti terhadap reforma agraria. Sebaliknya, jika
aktor yang duduk di pemerintahan dan mempunyai pengalaman
sebelumnya sebagai aktivis ataupun sering berinteraksi dengan
aktivis, ia mempunyai kecenderungan untuk berpihak kepada
perjuangan masyarakat. Hal ini seperti yang dikatakan SRT
(Kades Karangreja):
“ … Waktu itu, yang mengawali juga sebetulnya malah Pak Sugeng
karena ada bidang tanah yang sudah habis masa HGU-nya maka sama
beliau, Pak Sugeng sama SeTAM-nya itu dimohon untuk dibagikan ke
masyarakat. Lha, kami hanya mengikuti sebetulnya jejaknya Pak Sugeng.
Saya tahu sebetulnya di situ ada beberapa bidang tanah yang sudah tidak
diperpanjang HGU-nya oleh BPN. Nah, sehingga di sana Pak Sugeng masuk,
saya pun masuk.” (Wawancara, 25/12/2018).
Hal senada dialami oleh BS. Ia adalah anggota DPR RI yang
berangkat dari seorang aktivis yang malang melintang dalam
pergerakan memperjuangkan hak atas tanah. Bahkan, dalam
Atrikulasi Kepentingan Petani 109