Page 131 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 131
diambil kembali oleh PT RSA yang milik masyarakat tidak dikembalikan ke
masyarakat. Itu sampai sekarang masih ada, ya ada sekitar 30 hektarelah.
Terus yang dirampas juga ada, ya sekitar 2 hektare. Jadi karena itu kelompok
kecil hanya 9 KK atau 10 KK diusir digabungkan dengan kelompok yang
lebih besar. Suruh meninggalkan yang itu nah setelah ini meninggalkan
tempatnya ini diambil oleh PT RSA.” (Wawancara, 25/12/2018).
Pada aktor lainnya, seperti KRD (petani penggarap), ia
menyatakan bahwa alasan melakukan reclaiming karena
zaman dahulu para petani sudah mempunyai legalitas.
Legalitas itu berupa surat kuning yang pada waktu awal Orde
Baru diminta oleh pemerintah. Mengenai reclaiming ini, SG
(SeTAM) menuturkan bahwa di Cilacap ada beberapa tempat
yang melakukan aksi reclaiming. Reclaiming dilakukan karena
pemerintah/BUMN/swasta melakukan pengakuan sepihak atas
lahan yang sebelumnya dimiliki oleh masyarakat. Ada beragam
alasan pemerintah melakukan hal tersebut. Di antaranya adalah
mengambil kesempatan saat terjadi DI-TII maupun saat PKI.
Selain itu, ada juga yang dilakukan dengan alasan tanah itu
merupakan tanah timbul atau tanah karena sedimentasi. Padahal,
apabila merujuk ke UUPA, tanah timbul merupakan tanah negara
bebas yang bisa dimohon masyarakat untuk menjadi milik.
Ketiga, demonstrasi. Metode ini biasanya digunakan dalam
kerangka sinergitas antar aktor, yakni akademisi, mahasiswa,
dan serikat tani. Metode demonstrasi digunakan untuk menuntut
pemerintah agar segera menjalankan reforma agraria atau
dengan alasan solidaritas karena kriminalisasi terhadap petani
maupun aktivis reforma agraria. Mengenai demonstrasi, SRW
(SeTAM) menyampaikan:
114 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono