Page 133 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 133
Jenderal Soeharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia
pada Mei 1998. Lebih lanjut, bagi Fauzi, lintasan proses kebijakan
pertanahan nasional pun berubah. Termasuk karena peran
scholar activist, yaitu para ahli agraria dan lingkungan hidup dari
perguruan tinggi,serta anggota DPR/MPR yang untuk pertama
kalinya berhasil memasukkan agenda pembaruan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam dalam dokumen resmi negara,
yakni Tap MPR RI No. IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dokumen MPR
merupakan tonggak bersejarah yang berpengaruh pada proses
kebijakan land reform selanjutnya.
Era reformasi juga membuka kesempatan terjadinya
perubahan pola relasi yang timpang di masyarakat. Keberadaan
reforma agraria yang pada pokoknya adalah upaya untuk
mengubah relasi di masyarakat, di era ini mulai menemukan
bentuknya. Dalam konteks itulah, saat SBY menjadi presiden, ia
menjadikan reformasi agraria sebagai bagian dari program kerja
pemerintahannya. Hal ini nampak dari upayanya untuk melakukan
beberapa terobosan dalam menjalankan reforma agraria. Pada
masa ini, SBY menunjuk Joyo Winoto sebagai Kepala BPN. Joyo
Winoto (Kepala BPN 2005–2012) banyak melakukan diskusi
dengan para aktivis reforma agraria, baik dari kalangan akademisi,
aktivis, maupun pimpinan serikat tani. Di era inilah, kemudian
lahir reforma agraria yang tidak hanya dalam bentuk land reform
atau pemberian aset, tetapi juga pemberian akses. Joyo Winoto
menyebutnya “Reforma Agraria = Asset Reform + Access Reform”,
yang berarti redistribusi tanah yang disertai dengan asistensi dan
fasilitasi untuk meningkatkan akses penerima tanah redistribusi
pada input-input pertanian, kredit, teknologi tata-guna tanah
dan pertanian, pemasaran, dan berbagai asistensi teknis lain,
116 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono