Page 136 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 136
Hal senada dikatakan juga oleh US yang dahulunya adalah
aktivis reforma agraria yang kemudian menjadi Staf Khusus
Kepala BPN. Ia menjelaskan bahwa selama ia menjadi staf khusus,
ruang pembahasan reforma agraria semakin dibuka, termasuk
didalamnya sering kali Kepala BPN bertemu langsung dengan
petani dan para aktivis reforma agraria. Pada aktor yang berbeda,
SG (SeTAM) menyatakan bahwa selama JW menjadi Kepala BPN
dan US menjadi staf khusus, beberapa kali SeTAM mendapatkan
kesempatan untuk menyampaikan kasusnya. Bahkan, US sempat
datang secara khusus dalam pertemuan yang diselenggarakan
oleh SeTAM.
Kembali ke persoalan dalam perumusan kebijakan reforma
agraria paska reformasi, berikutnya adalah pandangan ketiga
yakni pandangan pesimis. Reformasi yang membuka kran
munculnya reforma agraria tidak serta-merta sesuai dengan
harapan yang diidealkan oleh para petani dan aktivis reforma
agraria. Pada aktor masyarakat, SLH (SeTAM), sedari awal SeTAM
telah mengingatkan bahwa reforma agraria yang dijalankan di
Cipari akan mengalami kegagalan karena adanya kompensasi yang
berakibat pada ketidakmampuan masyarakat dalam membayar
kompensasi.Hal tersebutkemudian menjadikan masyarakat
memperjualbelikan lahan yang telah diberikan.
Dalam hal kompensasi, para petani dan induk organisasinya
(SeTAM) berpendapat bahwa kompensasi akan memberatkan
para petani dan akan berakibat buruk di kemudian hari. Pada
saat kompensasi menjadi bahasan antara SeTAM, PT RSA, dan
BPN, para pemimpin organisasi di SeTAM sudah mengingatkan
bahwa ketika petani tidak mampu membayar kompensasi, maka
akan terjadi jual beli lahan. SLH, salah seorang pengurus SeTAM,
mengatakan:
Atrikulasi Kepentingan Petani 119