Page 139 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 139

Ia  menyatakan  bahwa  dibagiratanya  distribusi  tanah  serta
          penambahan jumlah penerima tanah menjadikan permasalahan
          tersendiri.
             “Ini kan dasarnya kita dari para ahli waris yang dulu sudah memiliki lahan
             ini. Tetapi ternyata sekarang, orang dibagi rata kayagitu, dianggap seperti
             raskin saja. Sekarang masih bisa dicari, dibuka, arsip atau permohonan
             proposal  yang  pernah  kita  buat  yang  pernah  SeTAM  buat  atas  dasar
             data dari  masing-masing  kelompok  pada  waktu  itu  cuma 1.700 sekian,
             mengapa kok jadi 5.141 kan sangat luar biasa, ini ada ‘apanya’. Dulu, aku
             ngomongkaya gitu, tapi ini sudah terjadi mari kita nikmati begitu bareng-
             bareng.”(Wawancara, 21/11/2018).

             Hal senada dijelaskan oleh MSR (petani penggarap).
             “Jadi  masalah  pembagian  itu  sebenarnya  juga  saya  tidak  tahu
             permasalahannya (baca: karena yang menentukan pemerintah desa, pen.)
             Karena yang sebenarnya dulunya satu warga seharusnya dapat 100 ubin,
             tetapi akhirnya cuma kebagian 35 ubin per-KK.” (Wawancara, 25/12/2018).

             Kondisi ini juga dialami oleh SPN (petani penggarap).
             “Yang membuat sakit hati itu ya pembagiannya tidak sesuai harapan. Akan
             tetapi, daripada menyakiti otak, lebih baik diikhlaskan saja. Yang penting
             saya tetap kebagian.” (Wawancara, 25/12/2018).

             Reforma agraria yang dijalankan di Cipari juga lebih bersifat
          sebagai upaya meredam konflik daripada upaya untuk mengubah
          ketimpangan di masyarakat. Hal ini dinyatakan oleh STJ (BPN)
          yang pernah melakukan penelitian di Cipari. Baginya, apa yang
          dilakukan di Cipari bukanlah reforma agraria, tetapi lebih kepada
          upaya penyelesaian konflik belaka. Hal ini dibenarkan FL (mantan
          Ketua DPRD Cilacap). Ia mengatakan:
             “… yang penting masyarakatnya sudah diam. Berarti kan sudah tidak ada
             masalah. Sudah tidak bergejolak lagi. Walaupun saya dengar-dengar lho ya
             ternyata banyak tanah yang sudah dijuali. Tapi yang penting masyarakatnya
             sudah tidak bergejolak.” (Wawancara, 05/12/2018).



        122   Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144