Page 121 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 121

IX/2001 seperti yang telah disebutkan di atas. Tap MPR RI tersebut
          adalah salah satu contoh yang fenomenal, yang merupakan hasil
          kerja  kekuatan-kekuatan  reformis  di  alam  demokrasi  dalam
          mengubah perundang-undangan nasional (Rosser,et al., 2005).
             Mengenai situasi ini, Katjasungkana (2007: 24) menjelaskan:
             “Di  awal  kekuasaannya,  Pemerintah  Megawati  belum  menunjukkan
             kepastian  sikap  mengenai  masalah  agraria.  Sementara  itu  di  kalangan
             masyarakat sipil, berlangsung Konferensi Nasional Petani (April 2001) yang
             dihadiri  oleh  berbagai  organisasi  tani,  berbagai  LSM,  dan  juga  Komnas
             HAM,  sebagai  salah  satu  pemrakarsanya.  Konferensi  ini  melahirkan
             “Deklarasi  tentang  Hak-Hak  Asasi  Petani”.  Menyadari  kerasnya  desakan
             rakyat  saat  itu,  maka  sebagian  anggota  MPR  hasil  pemilu  1999  cukup
             tanggap.  Maka  BP  MPR  bidang  agraria  kemudian  melakukan  berbagai
             dialog dengan berbagai organisasi tani dan LSM, yang dilanjutkan dengan
             penyelenggaraan  dua  kali  lokakarya  besar  di  Bandung  pada  bulan
             September/Oktober 2001. Hasilnya adalah lahirnya Tap MPR No. IX/2001
             tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam”.

             Walaupun  bagi  Rosser,  dkk.  keberadaan  Tap  MPR  tersebut
          sebagai hal yang fenomenal, akan tetapi pada level masyarakat
          sipil sebetulnya terjadi perdebatan yang cukup tajam. Terdapat
          dua  kubu  terpisah,  yakni  KPA  yang  memandang  Tap  MPR  ini
          dapat  digunakan  sebagai  alat  untuk  mendorong  pemerintah
          untuk memprogramkan land reform, dan para aktivis yang berada
          di  dalam  dan  seputar  Federasi  Serikat  Petani  Indonesia  (FSPI)
          yang  memandang  ketetapan  itu  sebagai  keputusan  berbahaya
          (Ya’kub, 2004; Setiawan, 2004; Bey 2004; Bachriadi, 2002; Bey,
          2002; 2003; Fauzi 2001). Tap MPR tersebut bisa menjadi pintu
          masuk potensial untuk agenda neoliberal dan imperialis melalui
          “prinsip-prinsip  baru  pengelolaan  sumber  daya  alam”  dengan
          implikasi  yang  berpotensi  negatif  dalam  membatalkan  UUPA
          1960.



        104   Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono
   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126