Page 120 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 120

Fauzi (2012) menjelaskan pandangan dari Hasan Basri Durin
           (Kepala  BPN  1998–1999)  yang  memandang  bahwa  penting
           untuk mengembalikan watak dan semangat kerakyatan yang ada
           dalam UUPA dan perlunya kebijaksanaan pertanahan yang tetap
           mengacu ke UUPA. Begitu pula Habibie yang waktu itu menjabat
           presiden secara resmi memasukkan land reform dalam dokumen
           kenegaraan  dengan  menerbitkan  Keputusan  Presiden  No.
           48/1999  yang  memandatkan  menteri  kehakiman  dan  menteri
           negara  agraria  agar  memimpin  satu  tim  untuk  mempelajari
           kebijakan  dan  aspek-aspek  legal  dari  pelaksanaan  land  reform
           berdasarkan UUPA 1960.

               Habibie  selanjutnya  digantikan  oleh  Abdurrahman  Wahid
           sebagai Presiden Indonesia. Meskipun hanya sebentar, keberadaan
           presiden  yang  juga  sebelumnya  populer  menjadi  salah  satu
           pemimpin di kalangan masyarakat sipil ini mampu menggairahkan
           aksi-aksi di lapangan maupun kampanye publik soal land reform.
           Abdurrahman  Wahid  pernah  melontarkan  pernyataan  yang
           menggemparkan  bahwa  40%  dari  tanah-tanah  perkebunan  itu
           seharusnya  didistribusikan  kepada  rakyat.  Euforia  kebebasan
           sebagai akibat lengsernya orde baru telah melahirkan berbagai
           organisasi rakyat (serikat tani dan nelayan, serikat buruh, ormas
           perempuan,  dan  lain-lain,  termasuk  munculnya  puluhan  partai
           politik). Selain itu, rakyat juga berbondong-bondong menduduki
           tanah-tanah  yang  dibiarkan  terbengkalai  oleh  pemilik/yang
           menguasainya. Isu agraria pun terangkat kembali ke permukaan
           oleh  desakan  berbagai  organisasi  tani/nelayan,  serta  berbagai
           LSM (Katjasungka, 2007).

               Kondisi  ini  terus  berlanjut  di  era  Presiden  Megawati
           Soekarnoputri.  Di  mana  kemudian  pada  era  ini  lahir  Tap  MPR



                                                  Atrikulasi Kepentingan Petani  103
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125