Page 117 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 117
Hal itulah yang menjadi cikal bakal dari perdebatan antara
aktivis land reform dan para pegiat lingkungan hidup. Pada sisi
konseptual, pertentangan tersebut disebabkan oleh isu kunci
yang diperdebatkan antara dua kubu, yakni soal tafsir terhadap
UUPA. Sebagian besar pemimpin aktivis agraria dan ahli, termasuk
Sediono Tjondronegoro SMP, profesor sosiologi pembangunan
pedesaan dari Institut Pertanian Bogor, memandang bahwa
UUPA, setidaknya pasal 1 sampai dengan 14, sangat relevan untuk
dipertahankan, dan harus diposisikan sebagai dasar prinsip
hukum (undang-undang payung) yang mencakup hukum sumber
daya alam “sektoral”, seperti kehutanan, pertambangan, dan
hukum tanah (Tjondronegoro 2008:155–160).
Di kubu lain, para aktivis dan akademisi lingkungan
mempunyai pendapat bahwa UUPA tidak cukup komprehensif
untuk melihat kategorisasi lain dalam agraria, seperti soal
hutan, tambang, dan hukum adat. Mereka inilah yang kemudian
mendukung inisiatif untuk merancang undang-undang yang
komprehensif tentang pengelolaan sumber daya alam. Pandangan
ini mengupayakan agar ada revisi terhadap semua hukum dan
peraturan yang ada yang berhubungan dengan tanah dan sumber
daya alam, termasuk UUPA (Fauzi, 2012).
Untuk melihat lebih jelas perbedaan antara penganut reforma
agraria dan pengelolaan sumber daya alam, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
100 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono