Page 112 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 112
“Saya ini cuma memegang sejarah bahwa pelakunya itu Mbah RBD dulu. Ya
pelaku itu yang merampas kartu kuning itu. Ceritanya, Mbah RBD itu bilang
kartunya dititipkan kepada Pangdam IV Diponegoro. Titip diamankanlah
kaya gitu. Lha waktu orde baru di sini mau usul ke sanaditutuk (baca:
pukul), tidak ada yang berani. Bahkan kalau bertanya saja apes-apesnya
(baca: tidak beruntung) masuk bui bahkan bisa “di-Sukabumi-kan”. Dulu
dua orang teman saya hilang. Saya menduga orangnya dimasukkan ke
dalam bumi, dibedil (baca: ditembak) gitu, misteriuslah.” (Wawancara,
21/11/2018).
Kenyataan tentang ketakutan kepada tentara menjadi
perhatian SG (SeTAM). Ia mengatakan bahwa pada jaman orde
baru, orang-orang yang memperjuangkan agar tanah tersebut
kembali menjadi milik warga akan diperlakukan buruk. Ada
beberapa pejuang sebelumnya yang diculik atau ditangkap. Ada
pula kasus pejuang yang pergi ke Jakarta untuk menanyakan
tentang tanah tersebut tidak kembali lagi bahkan beberapa di
antaranya dikabarkan telah dibunuh.
Senada dengan SG (SeTAM), SLH dari organisasi yang sama
juga menuturkan bahwa pada jaman orde baru, Soeharto sebagai
pemimpin sangat menekan rakyatnya. Apabila ada yang berani
menuntut, maka orang tersebut akan hilang. Hilangnya orang
tersebut juga tidak diketahui karena media juga tidak ada yang
berani memberitakan.
Dari berbagai gambaran di atas, tampak bahwa era orde
baru menandakan satu babak di mana land reform dibekukan.
Kebijakan-kebijakan yang ada pada era ini didorong untuk
memperlancar pembangunan yang berbasis pada investasi.
Stabilitas merupakan kata kunci dalam pembangunan era orde
baru. Oleh karena itu, Soeharto memperkuat basis kekuasaannya
dengan dukungan dari birokrasi dan tentara (Fauzi, 2005).
Atrikulasi Kepentingan Petani 95