Page 111 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 111
ditampung dalam lima tapungan (baca: tempat penampungan).
Tempat penampungan ini diandaikannya seperti sapi yang
dikurung dalam kandang.
Hal senada disampaikan juga oleh KRD (petani penggarap)
yang mengatakan bahwa pada 1965 adalah tahun yang
menakutkan baginya. Ia merasa apa saja yang diminta oleh
pemerintah, apalagi tentara, akan diberikan, termasuk tanah
yang dimilikinya. Ketakutan pada tentara tidak hanya terjadi
pada penggarap. SG (SeTAM) bicara tentang aktor lain yang
tidak berani menghadapi tentara. Ia menjelaskan bahwa di
kalangan pemerintahan (kepala desa, camat) banyak yang tidak
mau terlibat dalam memperjuangkan kasus tanah di wilayah
tersebut karena takut kepada tentara. Salah satunya cerita dari
SRT, Kades Karangreja. Ia mengatakan bahwa tuntutan atas tanah
ini sudah terjadi saat ia kecil. Akan tetapi, pada waktu itu, orang
yang berjuang sampai ke Jakarta tidak lagi pulang dan hilang
tidak diketahui sampai sekarang. Hal tersebut membekas dalam
dirinya dan membuatnya selalu khawatir ketika ingin terlibat
dalam memperjuangkan tanah tersebut.
Di jaman orde baru, tentara adalah kekuatan politik utama
bersanding dengan birokrasi dan Partai Golkar. Terdapat
banyak kejadian di jaman orde baru yang membuat ketakutan
itu merasuki pemikiran masyarakat. Hal tersebut diceritakan
oleh SJT, seorang aktivis agraria Cilacap. Ia mengisahkan bahwa
pada era orde baru, masyarakat tidak berani menuntut hak atas
tanahnya karena takut dicap sebagai komunis. Hal senada juga
dialami oleh TG (petani penggarap) yang bertutur sebagaimana
berikut:
94 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono