Page 73 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 73
Mengenai hal itu, RHT (AGRA) menyampaikan bahwa,
“Nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Soekarno sama sekali tidak
memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya tunakisma. Nasionalisasi
yang dilakukan Soekarno justru membuat terjadinya monopoli tanah
seperti yang terjadi di Cipari. Tanah perkebunan dikuasai oleh swasta yang
di dalamnya berisi tentara. Sedangkan para petani yang tidak mempunyai
lahan terusir dari lahannya.” (Wawancara, 03/12/2019).
Terusirnya para petani di masa akhir orde lama juga membuat
mereka akhirnya tidak dapat menggarap tanah di wilayah
tersebut. Namun demikian, pada 1980-an, masyarakat mulai
kembali menggarap tanah di wilayah HGU, khususnya pada tanah-
tanah yang dianggap oleh perusahaan tidak produktif. Langkah
yang dilakukan petani dalam penguasaan tanah di era orde baru
tidak dilakukan seterbuka era orde lama. Dalam perebutan tanah
tersebut, petani melakukannya secara diam-diam. Perebutan
tanah secara diam-diam dilakukan karena di masa orde baru,
land reform merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Orang
yang melakukan perjuangan untuk mendapatkan hak atas
tanah akan dianggap sebagai orang PKI. Hal ini juga terjadi di
Cipari. Beberapa kali upaya untuk memperjuangkan hak atas
tanah terhenti karena orang yang berjuang tersebut tiba-tiba
menghilang, tidak lagi kembali ke desanya, dan tidak diketahui
keberadaannya. Atau sekurang-kurangnya, para petani yang
memperjuangkan tanahnya akan mendapatkan intimidasi yang
berimbas pada surutnya upaya perjuangan tersebut.
Namun demikian, upaya untuk mendapatkan hak atas tanah
tetap tersimpan dalam diri para petani. Di era orde baru, mereka
terus mengupayakan agar tanah tersebut dapat diakses. Sekitar
tahun 1990-an, upaya mengakses tanah tersebut dijalankan
dengan cara tumpang sari dengan tanaman perkebunan.
56 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono