Page 85 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 85
“Ada keperluan SBY untuk mengamankan berbagai kasus yang melibatkan
informasi pertanahan, termasuk Hambalang dan sekitarnya. Ingat waktu
itu JW dipanggil KPK segala. Selain, ada tekanan konstan dari partai oposisi
(JW tidak diperkenankan ikut rapat kerja dengan Komisi II DPR-RI). Kalau
menurut JW sendiri, dia tidak mau melayani permintaan penyelesaian
terkait kasus-kasus agraria dan permintaan pengadaan tanah yang sudah
ditentukan siapa pemenangnya. (Dalam hal ini yang, pen.) diperlukan
orang seperti Herdarman Supanji (mantan Jaksa Agung). Selain tentu, SBY
dan sejumlah orang di seputarnya dan yang berpengaruh pada SBY tidak
mau reforma agraria membesar.” (Wawancara, 08/08/2019).
Hal senada disampaikan US (mantan Staf Khusus Kepala
BPN). Baginya, JW sesungguhnya orang yang tepat menjadi Kepala
BPN. Ia belum pernah melihat pejabat seperti JW yang mampu
mengarusutamakan reforma agraria di kalangan birokrasi di
bawahnya. Selain itu, JW juga mampu merangkul pihak-pihak
yang selama ini bergerak dalam soal isu reforma agraria. Namun
demikian, menurutnya, ada gelombang besar politik yang tidak
dapat dihindari oleh JW dalam mengupayakan implementasi
reforma agraria yang sesungguhnya. Menurut pengamatan
peneliti dan hasil konfirmasi dari beberapa narasumber,
gelombang politik tersebut adalah kasus Hambalang. Kasus ini
menyeret nama JW dalam dugaan korupsi. Semenjak kasus itu
naik ke pentas politik, JW kemudian dicopot dari jabatannya dan
kemudian sudah jarang lagi muncul ke publik.
Kondisi ini ternyata juga terendus oleh masyarakat.
SG (SeTAM), dalam konteks yang agak berbeda misalnya,
mengatakan kalau SBY tidak berani menjalankan reforma agraria
karena banyak aktor, khususnya para pemilik lahan besar atau
pengusaha, yang juga mempunyai kekuatan politik dan tidak bisa
dilawan oleh SBY. Kekuasaan yang terbatas ini juga dialami oleh
BS. Sebagai anggota legislatif, ia juga tidak dapat memaksakan
68 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono