Page 88 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 88
antara para petani yang ditangkap dan tidak jelas keberadaannya.
Kondisi ini terus terjadi selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru.
Meskipun demikian, di tengah-tengah masa otoriter tersebut,
tetap saja masyarakat melakukan perlawanan. Hanya saja dalam
skala yang kecil atau bahkan secara diam-diam.
Pada 1980-an, misalnya, ada sebagian masyarakat yang
mengupayakan agar tanah tersebut kembali ke masyarakat,
meskipun akhirnya orang tersebut tidak jelas keberadaannya.
Desas-desus di desa mengatakan bahwa orang tersebut
telah dikebumikan (baca: dikubur). Pada 1993, BS, seorang
aktivis mahasiswa, mendatangi wilayah Caruy dan melakukan
pengorganisasian masyarakat. Upaya untuk terus melawan,
baik oleh kalangan masyarakat sendiri maupun dukungan
dari pihak lain, menjadi salah satu jalan terciptanya regenerasi
dalam proses perjuangan mendapatkan hak atas tanah. Maka
tidak mengherankan, bila kemudian di awal-awal era reformasi
bergulir wilayah tersebut kembali bergolak. Mereka kembali
menuntut hak atas tanah.
Lahirnya orde reformasi membuka kesempatan bagi
masyarakat untuk lebih bebas berekspresi. Maka tidak meng-
herankan, jika kemudian setelah tumbangnya rezim Soeharto
masyarakat berbondong-bondong melakukan reclaiming maupun
okupasi dan secara terang-terangan kembali memunculkan
perjuangan land reform. Tidak hanya itu, reformasi juga
membuka kesempatan bagi serikat tani untuk melakukan
pendekatan dengan para politisi, baik yang sudah duduk di
legislatif ataupun calon anggota legislatif. Sebelum dengan BS,
para petani pernah melakukan pendekatan kepada Agus Condro
yang waktu itu menjadi anggota DPR RI. Ketika BS mencalonkan
Pertarungan Kepentingan dan Perebutan Kuasa Agraria 71