Page 111 - Level B1_Isi APa yang lebih seru? SIBI.indd
P. 111

“Orangnya sedang sembahyang,” bisik Gendhis.  “Tak heran kalau mereka hebat. Latihannya juga
 Baiklah, kami harus bersabar. Tunggu sampai Bapak itu  nyaris tiap pagi. Apalagi kalau mau tampil, mereka
 selesai.      sudah berlatih pukul empat pagi,” Bapak itu melanjutkan
               ucapannya sembari menunjukku, “Kamu sepertinya
 Gendhis menyenggolku, “Kamu bawa uang, kan?
     belanja  Engg    nanya-nany       cocok untuk jadi taruna AU. Kamu tinggi.”
 membeli. Sungkan!”   Aku tersipu diiringi lirikan tajam dari Gendhis. Ah,
               mana cocok aku jadi taruna? Lari keliling lapangan sedikit
 Aku jadi panik. Kurogoh sakuku, untunglah ada
               saja aku sudah minta diolesi param kocok oleh Mama.
 selembar uang yang aku temukan. Terdengar dehaman si
               Mama bahkan menjulukiku Datuk Faben, alias Kakek
 pemilik toko. Rupanya beliau sudah selesai sembahyang.
               Faben. Kata Mama, param kocok biasanya dipakai orang
 “Pak, ada air mineral?” tanyaku sambil mengeluarkan   tua, seperti datukku.
 uang dari saku celanaku. Bapak itu mengangguk dan
                   “Apa mereka pernah latihan pukul dua atau tiga dini
 dengan cekatan menyerahkan sebotol air padaku.
               hari?” tanya Gendhis tiba-tiba.
 “Itu saja?” tanyanya. Aku mengiyakan.
                   Bapak itu memandang Gendhis dengan tatapan
 Lagi-lagi Gendhis menyenggolku. Kali ini lebih keras.  bertanya-tanya. “Dua pagi? Siapa yang mau bangun
 Matanya memandangku tajam seolah berkata ‘ayo tanya’!  malam-malam untuk berlatih drumben? Puluhan tahun

 “Oh, iya bolehkah saya bertanya, Pak?” ucapku  saya tinggal di sini, belum pernah mendengar ada latihan
 sesopan mungkin.   drumben tengah malam begitu,” sahut si bapak.

 Bapak tadi tersenyum dan mengangguk. Beliau  Baiklah. Berarti, suara drumben itu bukan dari
 mengulurkan uang kembalian, “Kalian mau tanya apa?”   markas AAU.
                   Wira menepuk bahuku pelan, seolah hendak bilang
 Aku tak menyia-nyiakan kesempatan dan segera
 bertanya tentang rutinitas latihan drumben di markas AAU.   sudahi saja pembicaraan ini. Tidak ada petunjuk lagi.
 “Kenapa? Kalian mau masuk AAU, ya?” tanya Bapak   Kami berpamitan. Bapak itu masih memandang
 itu. “Drumbennya memang hebat. Minggu lalu mereka  kami dengan tatapan heran. Sebenarnya aku masih
 tampil di kawasan titik 0, keren sekali. Kalian nonton?”  ingin bertanya pada beberapa taruna yang sepertinya
 ujar beliau lagi.     k        mereka  t  Wir
               percuma saja. Pasti jawabannya sama dengan bapak tadi.
 Kami kompak menggeleng. Tidak ada satu pun dari
               Ya sudah.
 kami yang tahu mengenai hal itu.




 102  Misteri Drumben Tengah Malam  Bab 13 Memecahkan Misteri Suara Drumben  103
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116