Page 51 - qowaid
P. 51
QAWA’ID FIQHIYYAH
Orang yang berniat adalah orang yang memiliki
tekad atau teguhnya hati untuk mengarah pada sesuatu,
yaitu bermaksud untuk melakukan suatu tindakan dan
arah yang dituju. Hal ini telah disebutkan dalam kitab Lisan
Al-‘Arab. Bangsa Arab dalam komunikasi sehari-hari
36
ً
َ
ِ
sering mengatakan ةَيوْنَت ُهُتْيوَن yang maknanya “aku
َ
menyerahkannya pada niatnya.” Sementara َكْيوَن mereka
artikan sebagai temanmu yang niatnya adalah niatmu.
Ungkapan lain yang sering mereka katakan adalah “aku
memiliki niat pada Bani Fulan” artinya aku memiliki hajat
pada Bani Fulan.
37
Kesimpulannya bahwa kata niat secara etimologis
adalah “maksud melakukan sesuatu dan ketetapan hati
untuk melakukannya,” meminjam bahasa Al-Azhari.
38
Definisi ini juga terdapat dalam kitab Nihayah Al-Ihkam
pada pokok bahasan makna niat dari sisi hukum syar’i,
yang dikutip dari Asy-syamil, Al-Muhadzab, dan
39
sebagainya.
Sementara niat secara terminologi juga tidak keluar
dari makna literal linguistiknya yaitu “maksud atau
kesengajaan.” Dalam definisinya atas niat, Al-Isnawi
menukil pendapat Al-Mawardi yang mengatakan bahwa
niat adalah maksud (al-qashd) yang mengiringi suatu
tindakan. Sedangkan hal yang mendahuluinya disebut
kemauan kuat (‘azm). Dari Imam Haramain ia menukil
40
bahwa niat termasuk kategori maksud (al-qashd) dan
keinginan (iradah) yang berkaitan dengan waktu
pelaksanaan saat ini atau yang berikutnya.
41
Ibnu Abidin dalam Hasyiyahnya mengatakan, niat
secara bahasa berarti kemantapan hati terhadap sesuatu,
sedangkan menurut istilah berarti mengorientasikan
ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah dalam
42
mewujudkan tindakan.
36 Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, (Beirut: tnp., 1956), hlm. 348.
37 Al-Jauhari, hlm. 2516.
38 Al-Isnawi, Kafi Al-Muhtaj, hlm. 52. Dokumen di perpustakaan Al-Azhar nomor
374: Fiqh Syafi’i.
39 Al-Husaini, Nihayah Al-Ihkam, hlm. 7.
40 Al-Isnawi, hlm. 55.
41 Al-Husaini, Nihayah Al-Ihkam, hlm. 7.
42 Lihat Ad-Durr Al-Mukhtar, Jilid I, (Hasyiyah Ibn Abidin), hlm. 75.
40