Page 53 - qowaid
P. 53

QAWA’ID FIQHIYYAH



                          hukum  Islam  tentang  unsur  “penyertaan”  (maqrunah)  di
                          dalam niat adalah sebagai bentuk yang berkaitan dengan
                          syarat, bukan penyertaan sebagai salah satu unsur dari apa
                          yang dinamakan niat. Sebab yang dinamakan niat adalah
                          keinginan  yang berkaitan  dengan tindakan tanpa adanya
                          batasan  tertentu  (ghairu  qayyid).  Ia  dengan  demikian
                          bersifat  makro  (kulli)  dan  memiliki  dua  bagian.  Bagian
                          pertama  adalah  unsur  yang  mendahului  tindakan  dan
                          mempunyai kaitan langsung yang disebut ‘azm. Sedangkan
                          bagian  yang  kedua  adalah  unsur  yang  ada  pada  saat
                          dilakukan suatu tindakan dan secara langsung mempunyai
                          kaitan  yang  disebut  qashd  identifikatif  dengan  arti
                          keinginan yang memberi efek pada suatu tindakan. Inilah
                          yang dinyatakan bahwa unsur “pnyertaan” dalam niat dari
                          suatu tindakan sebagai bagian intrinsiknya.
                                                                       47
                                 Dengan  demikian,  jelas  bahwa  konsepsi  atau
                          pengertian niat adalah perpaduan dua unsur yang saling
                          berkaitan dan keterbagiannya menurut klasifikasi bagian-
                          bagian  yang  membaginya  menjadi  sesuatu  yang
                          mendahului  tindakan  atau  yang  menyertainya.  Sehingga
                          penyertaan  merupakan  bagian  dari  esensi  tipe  jenis
                          (mahiyyah an-nau’) bukan esensi jenis (mahiyyah al-jins).
                                                                                    48
                                 Oleh  karena  itu  apabila  niat  dimaksudkan  sebuah
                          keinginan  total  dan  maksud  total  untuk  melakukan
                          tindakan,  maka  “penyertaan”  merupakan  bagian  di  luar
                          niat,  namun  apabila  niat  tersebut  dimaksudkan  sebagai
                          maksud yang mengandung unsur realisasi (qashd tahqiqi),
                          yaitu  keinginan  yang  memiliki  pengaruh  terhadap
                          perbuatan  dari  segi  pengkhususannya,  bukan  dari  segi
                          inklusinya,  maka  “penyertaan”  merupakan  bagian
                          intrinsiknya.
                                 Jadi,  pemberian  definisi  niat  dengan  sebuah
                          pernyataan bahwa “niat adalah maksud melakukan sesuatu
                          yang  disertai  dengan  suatu  perbuatan”  lebih  merupakan
                          hasil  pertimbangan  yang  kedua,  bukan  yang  pertama.
                          Sebab  pertimbangan  yang  kedua  sebagian  besar
                          pembahasan  tentang  ibadah  dan  bidang  lainnya  yang
                          merupakan  pertimbangan  yang  diperhitungkan.  Dengan

                   47  Nashr Farid Muhammad Wasil, dkk., Qawa’id Fiqhiyyah, (Jakarta: Amzah, 2013),
                   hlm. 32.
                   48  Al-Husaini, hlm. 8.
                                                   42
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58