Page 57 - qowaid
P. 57

QAWA’ID FIQHIYYAH



                             boleh  melakukan  perbuatan  sampai  ia  mengetahui
                             hukumnya.
                                        54
                          4. Tidak  terdapat  hal-hal  yang  bertentangan  dengan
                             niat (munafi)

                                     Syarat  niat  yang  keempat  ini  bertujuan  agar
                             terhidar  dari  hal-hal  yang  dapat  merusak  niat.  Oleh
                             karena  itu  bila  seseorang  murtad  di  tengah-tengah
                             shalat, haji, atau puasa, maka semua ibadahnya itu batal.
                             Bila  murtadnya  terjadi  di  tengah-tengah  mandi  besar
                             atau  wudhu,  maka  mandi  besar  atau  wudhu,  maka
                             mandi  besar  dan  wudhunya  tidak  batal,  karena
                             rangkaian (satu rukun dengan rukun lain dalam mandi
                             besar dan wudhu) tidak saling berkaitan. Itu artinya bisa
                             diselingi dengan perbuatan selain wudhu dan mandi. Hal
                             ini  berbeda  dengan  shalat  yang  tidak  bisa  diselingi
                             dengan  perbuatan  selainnya.  Namun  ketika  kondisi
                             murtad,  seluruh  ibadahnya  tidak  dihukumi  sah,
                             termasuk basuhan wudhu yang dilakukan pada waktu
                             murtad.
                                     Ketidakmampuan  melakukan  perbuatan  yang
                             diniati merupakan hal yang menafikan niat. Kemampuan
                             tersebut ada tiga macam: a) Ketidak  mampuan secara
                             akal.  Seperti  niat  wudhu  untuk  melakukan  shalat
                             sekaligus untuk tidak melakukan shalat. Niat demikian
                             tidak sah, karena orang tidak mungkin bisa melakukan
                             shalat  dan  tidak  shalat  dalam  satu  waktu.  b)
                             Ketidakmampuan  secara  syar’i.  Seperti  niat  wudhu
                             untuk melakukan shalat di tempat yang terkena najis.
                             Niat  ini  dihukumi  tidak  sah  karena  dianggap  tidak
                             mampu secara syar’i, sebab tidak sah shalat di tempat
                             yang  najis.  c)  Tidak  mampu  secara  adat.  Seperti  niat
                             wudhu untuk shalat hari raya pada bulan Rajab, karena
                             secara adat tidak mungkin orang wudhu di bulan Rajab
                             untuk digunakan shalat hari raya. Namun menurut qaul
                             ashah  niat  seperti  ini  dihukumi  sah,  karena  ia
                             menggantungkan niat dengan perkara yang sah,  yakni
                                                              55
                             niat untuk shalat pada hari raya.



                   54  Al-Jarhazi, Jilid I, hlm. 167
                   55  As-Suyuthi, I/ hlm. 85-90.
                                                   46
   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62