Page 52 - qowaid
P. 52
QAWA’ID FIQHIYYAH
Kalangan madzhab Hanafi dalam pembahasannya
mengenai tayammum menyatakan bahwa tayammum
harus muncul dari maksud atau kesengajaan dan niat
adalah maksud (al-qashd), maka tayammum tidak
terwujud tanpa unsur kesengajaan atau niat.
43
Ulama madzhab Hanbali dalam karya kitab-
kitabnya, juga mengidentikkan niat dengan maksud (al-
ِ
َ
qashd). Ungkapan رْيَخلاب ِهللا َكاوَن artinya semoga Allah
َ
menujumu dengan kebaikan, dan رَفَّسلا ُتْيوَن berarti aku
bermaksud untuk bepergian dan telah kutetapkan hati
untuk menjalaninya.
44
Pengertian niat ini juga dapat ditemukan dalam
kitab-kitab karangan syi’ah Imamiyah, dan Zaidiyyah.
Penyusun kitab Ar-Raudh An-Nadhir menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang mendorong suatu tindakan pada
umumnya bermacam-macam tergantung sebab yang
melatarbelakangi tindakan pelakunya. Faktor yang
menyebabkan pengkhususan suatu tindakan oleh pelaku
disebut al-qashd, sedangkan pengkhususannya di antara
berbagai kemungkinan yang ada disebut keinginan dan
niat. Contohnya apabila seseorang berihram menjalankan
ritual haji, yakni dengan melakukan ritual-ritualnya yang
bersifat khas, maka ia berarti telah berniat haji. Begitu juga
ketika seseorang berdiri untuk shalat dan bertakbir, atau
apabila ia keluar dari rumahnya dan menaiki
kendaraannya, dan sebagainya.
45
Kitab-kitab Syi’ah Imamiyah menyatakan bahwa
niat adalah keinginan yang memberikan efek pada
terjadinya suatu tindakan sehingga tindakan tersebut
menjadi tindakan yang dipilih. Inilah arti dari dari orang-
orang yang mengintrepetasikannya sebagai maksud (al-
qashd) yang diekspresikan dengan ‘azm menurut sebagian
pernyataan ahli bahasa. Makna ‘azm sendiri adalah
keinginan yang mendahului suatu tindakan.
46
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
pernyataan-pernyataaan yang diungkapkan oleh para ahli
43 Fath Al-Qadir, I/ hlm. 21.
44 Muhammad Qudama, Al-Mugni, Jilid I, (Riyad: Darul Kutub, 1997), hlm. 324.
45 Ar-Raudh An-Nadhir, Jilid I, hlm. 142.
46 Jawahir Al-Kalam, Jilid I, hlm. 118.
41