Page 179 - THAGA 2024
P. 179
sampai telat ngasih nafkah anak,” dengusnya, lalu merapatkan
bibir sehingga membentuk garis yang keras.
“Tapi tetap kamu harus ingat, berapa pun yang kamu
ajukan, semua keputusan di palu hakim. Beliau pasti lebih bijak
dalam menentukan nilainya.”
“Iya, Mas Gal. Kalo gak karena kelakuan si brengsek,
gak bakal kayak begini nasib anak saya,” cecarnya jerih gagu
sesaat.
“Sejujurnya ini hal serius. Apa perselisihan ini beneran
sudah kamu diskusikan baik-baik dengan pasangan, atau apa
sudah coba minta pertimbangan saran orang tua?”
“Sudah, bahkan ini saya bawa ke meja hijau juga atas izin
dan saran orang tua.”
“Permisi, Nab, maaf sebelumnya kalo terkesan lancang
bertanya. Apa perselisihan ini sudah kamu coba seleseikan
juga di atas kasur?” tanyaku lirih berbisik.
Bulatan matanya membesar. “Hah maksudnya gimana,
Mas Gal, gak paham saya?”
“Sebenernya begini, ada saran dari orang tua terdahulu,
kalo sebenernya rahasia tempat menyelesaikan perselisihan
terbaik bagi pasangan suami istri itu bukan di meja formal,
Nab, tapi di atas kasur.” Kataku serius sembari menggerakkan
dua jari sebagai tanda kutip. “Ini bukan berbicara negatif tapi
alternatif.”
Nabila terdiam sejenak, mungkin berusaha mencerna kata.
“Entahlah, Mas Gal, tapi bagi sebagian besar perempuan,
satu kecurangan suami sudah cukup membuat dunia hancur
berantakan. Hati jadi dingin dan perasaan cinta atau sekedar
keinginan berdekatan jadi menguap selamanya,” jawabnya
nanar.
THAGA 171
GALGARA