Page 181 - THAGA 2024
P. 181
Semua pesanan sudah terhidang di atas meja kala aku
dan Nabila sama-sama sibuk dengan gawai masing-masing.
Selain sibuk dengan gawai, pikirannya terasa tidak hadir di
sini. Tanda-tanda kesedihan tergurat pekat pada air mukanya.
Seperti masih menyimpan kelam di lubuk terdalam hatinya.
Paket grill untuk berdua dengan potongan sayuran paprika,
campignon mushroom, ring onion, nanas, tomat ceri serta
selada segar sebagai condiment. Lembaran shortplate beef,
irisan premium lowfat beef dan fresh saikoro cube meltique yang
dimasak dengan daun Rosemary dan nantinya disiram saus
black pepper atau saus gochujang menjadi bintang favoritku.
Manisnya cappuccino serta dilmah black tea menutup menu
pesanan kami.
“Eh, Nab boleh minta tolong?” tanyaku merampas
lamunannya sembari persiapkan perlengkapan grillnya, mulai
dari gas kompor portabel, minyak zaitun dan sedikit nyala lilin
sebagai pengusir lalat.
“Iya, Mas Gal boleh, ada apa? Mau saya bantuin masak
daging atau sayurnya, kah?”
“Terimakasih sebelumnya tapi biar aku saja yang masakin,
Nab. Aku cuman minta tolong, aku agak kesusahan masak nih,
kalo di depanku ada orang yang sedih. Bahkan selera makanku
juga bisa ikutan hilang. Jadi, boleh gak aku minta senyum kamu
selama aku masak sampai makan selesai?”
Senyum segarisnya dipaksa mengembang. Pipinya merona
merah. “Maafin, Mas Gal, tadi kepikiran saja soal masa depan.
Sini-sini biar saya yang masakin, saya jago masak, loh.”
“Loh, kok, sama. Aku juga lagi mikirin masa depan, masa
depan kita, Nab,” gurauku.
THAGA 173
GALGARA