Page 237 - THAGA 2024
P. 237
“Selamat malam Pak Jun. Sehat, Pak. Baik pak bisa. Yang
seperti biasa, ya, Pak? Mau bapak hubungi langsung apa
saya bantu prosesnya, Pak?” balasku memberi beberapa opsi
pelayanan.
“Saya percayakan semua lewat Mas Gal saja biar aman.
Kalo saya sendiri nanti bahaya. Speknya seperti biasanya, Mas
Gal. Yang penting bersih dan bisa jaga rahasia. Malam ini bisa,
ya, Mas Gal? Soalnya besok saya mulai kerja. Butuh rileksasi
biar kerjaan lancar,” ucapnya dengan diiringi tawa berat.
“Beres, Pak. Kira-kira saya butuh waktu sejam lebih sedikit,
Pak. Nanti ketemu di lobby atau langsung saya anter depan
room?” Prediksiku menyambung titik antar.
“Depan room Mas Gal biar saya gak keliatan bawa orang.
Ketahuan bisa jadi bahan olok nanti. Langsung ke kamar 1220
saja. Saya tunggu, ya,” jawabnya penuh semangat diiringi tawa
beratnya. “Oiya, Mas Gal sekalian nitip beliin nasi bebek tiga,
ya.”
“Oke, Pak Jun. Baik dimengerti. Segera saya kerjakan.
Mohon ditunggu, ya, Pak,”
kataku mengakhiri percakapan. Aku selalu selipkan kata
baik dari pada kata, ya, karena efeknya berbeda.
Cuan, nih. Otakku langsung lincah menggerakkan jemari
untuk mempersiapkan pesanan klienku. Pak Junaedi, lelaki
dengan perut buncit dan kumis melintang tebal khas bapak-
bapak mapan yang selalu puas dengan pelayananku. Privasi
sangat penting baginya, dan sejauh ini aku masih mampu
menjaganya. Pesanan selalu mendadak dan sebelum bekerja
menghadapi banyak orang, rileksasi adalah dopingnya.
“Lagi di tempat biasa, kan? 30 menit lagi aku jemput, ya.
Ada tamu order.” Pesan singkat aku kirim melalui aplikasi
WhatsApp pada gawai gelapku, Oppo A53.
THAGA 229
GALGARA