Page 257 - THAGA 2024
P. 257
Terakhir aku membeli ayam cemani hitam yang lumayan
mahal harganya untuk seekor ayam. Ayam ini segera saja aku
masukkan ke dalam keranjang.
“Tau gak, Nas apa fungsi bunga ini nantinya?” Tanpa
menunggu responnya, aku melanjutkan penjelasan. “Ada dua
hal, yang pertama sebagai doa agar keharuman senantiasa
menyelimuti sosok yang telah meninggal. Kedua, sebagai
pertanda bahwa tempat tersebut tempat keramat. Sedangkan
buat Ratu ini nanti juga sebagai makanannya,” jelasku runut,
sembari fokus melanjutkan perjalanan.
“Lalu kalo dupanya buat apa, Gal?” Nastiti mengamati
barang apa saja di dalam kantong plastik hitam yang aku bawa.
“Sebenernya kalo dalam ritual itu untuk menambah
keheningan dan kesakralan saja. Tapi aromanya juga buat
makan mereka. Mereka suka bunga dan wangi-wangian. Sama
seperti ayam cemani ini yang nanti buat makan mereka.”
“Apa kamu yakin, Gal kalo Ratu gak bakal ganggu kamu
lagi?” selidiknya.
“Kalo kita udah ngelakuin kayak gini itu kudu bener-bener
percaya dan kuat mental, Nas. Kita juga harus bener-bener
berani biar gak gagal di tengah jalan. Intinya kita harus yakin
dan teguh sama apa yang nanti kita jalani, sebab kalo gak, kita
bisa gila atau kehilangan nyawa, Nas.”
Sejenak kami berkendara akhirnya sampai juga di kawasan
terminal Bungurasih. Malam ini Surabaya berangin. Di pinggir
jalan, pohon angsana si penyedap polutan atau yang sering
disebut sonokembang oleh masyarakat bergerak-gerak
syahdu. Tak sampai lima belas menit berkendara, perempuan
di sebelahku matanya tampak sayu.
“Nas,” panggilku agak keras. “Kamu tau gak di sini banyak
penginapan terselubung? Kamu lihat, kan di kanan kiri jalan
THAGA 249
GALGARA