Page 260 - THAGA 2024
P. 260
Dalam perjalanan menuju motor, aku menjelaskan. “Tadi itu
kamu lagi diincer sama dua orang bapak-bapak yang duduk di
belakangmu. Kamu pasti denger percakapan mereka tapi gak
tau artinya, kan?”
“Iyakah, Gal? Kamu tau dari mana emang? Oiya ini terminal,
ya.” Wajahnya kaget.
“Mereka bercakap pake tambahan huruf a r s di tiap kata-
katanya. Jadi aku tau. Biasanya dipake oleh para pencopet kalo
lagi operasi.” Batinku berontak, “lah aku tadi juga ngelakuin
pencopetan helm secara terdesak. Alah, alasan saja.”
“Aku gak paham Gal maksudnya gimana?” Nastiti mengikuti
langkah cepatku.
“Udah lupakan, gak perlu tau deh. Ayok ini helmnya. Bogo.
Cocok kan buat kamu.” Tanganku menyelipkan helm ke kepala
Nastiti. Bunyi klik safety melingkupi rungu kami.
“Oke, aku siap.” Tangannya mencantingkan kacamata
hitam di wajahnya.
Motor bebek Honda Karisma 125 hitam menjadi tunggangan
kami membelah jalanan Surabaya Malang. Kami akan
menempuh jarak kurang lebih sekitar 45km dari kota Surabaya.
Tujuanku kini ke arah selatan di utara Gunung Penanggungan.
Kali Putih menjadi destinasi pertamaku membuka gerbang
rumah Ratu. Dinginnya angin malam membuat tangan Nastiti
dilingkupkan pada kantong hoodie bagian depanku. Terus
kupacu ada kecepatan 120 km perjam atau maksimal. Tak ada
percakapan antara aku dan Nastiti. Dia nampak kedinginan di
belakang sana.
Dini hari angin malam berubah mencekam. Suasana mulai
dingin kala aku memasuki bundaran Apollo. Sampai di patung
tugu Sampoerna, aku membelokkan kuda besi ke arah barat.
Kami memasuki desa yang terdapat Kali Putih. Di sini nyaris
252 THAGA
GALGARA